Kamis, 09 Desember 2010

PANCARAN ENERGI CITA-CITA

Setiap kita pasti mempunyai cita-
cita. Meskipun itu hanya lintasan-
lintasan dalam benak hati atau
letupan-letupan dari ide-ide kreatif
yang bersarang dalam pikiran. Cita-
cita muncul dari keinginan-keinginan
atau harapan-harapan yang belum
bisa terpenuhi pada saat itu juga. Ia
hanya sebatas impian-impian yang
belum nyata.
Cita-cita merupakan bahan bakar
dalam melakukan berbagai aktivitas.
Seorang pelajar dengan adanya cita-
cita menjadi termotivasi dalam
belajar. Guru menjadi lebih
bergairah dalam memberikan
pengajaran. Pedagang menjadi lebih
bersemangat mencari rezeki.
Seorang karyawan senantiasa
terpacu untuk bekerja secara
profesional. Atau apapun diri kita
dalam kehidupan sehari-hari akan
senantiasa tampil lebih baik, wajah
tampak berseri dan memancarkan
sinar kebahagiaan.
Rasanya hidup ini menjadi hampa
bila tak ada cita-cita. Pelajar menjadi
malas dalam belajar, datang ke
sekolah hanya setor muka. Ia tak
pernah memperhatikan dengan baik
penjelasan dari gurunya. Terkadang
lebih sering mengajak rekannya
mengobrol, keluar masuk kelas.
Saat-saat tertentu berbuat onar dan
kegaduhan ketika tak ada guru yang
mengawasinya.
Begitu pula yang lainnya. Bila tak
pernah bercita-cita ingin menjadi
lebih baik dari hari ke hari maka
selamanya takkan ada perubahan
yang berarti. Bahkan bisa jadi
kehidupannya akan lebih buruk dan
semakin sangat memprihatinkan
serta memberatkan orang-orang
yang ada disekitarnya.
Keyakinan terhadap cita-cita yang
menghunjam ke dasar lubuk hati
akan memancarkan suatu energi
yang teramat dahsyat yang
sebelumnya tak pernah terpikirkan.
Energi itu akan menuntun seseorang
dalam mewujudkan apa-apa yang
menjadi keinginannya. Semakin kuat
keyakinan seseorang maka energi
itu akan semakin bertambah besar.
Kekuatan energi tersebut akan
mampu menghadapi berbagai
halangan maupun rintangan.
Saat-saat tertentu kitapun pernah
membuktikan bagaimana energi
cita-cita itu terpancar kuat dalam diri
kita. Panasnya matahari yang
membakar takkan mampu
menyurutkan langkah kita bila ingin
mewujudkan cita-cita kita tersebut.
Hujan yang lebat dan hawa dingin
yang menusuk tulang menjadi
sangat menyegarkan dan
menyejukkan. Kesulitan-kesulitan
dalam hidup menjadi terasa lebih
mudah. Indah sekali pancaran dari
energi cita-cita itu.

Menggapai Kebahagiaan

Suatu ketika, di tepian
telaga kelihatan
seorang pemuda
sedang duduk
termenung. Tatapan
matanya kosong,
menatap hamparan air
di depannya. Seluruh
penjuru
mata angin telah di
laluinya, namun tidak
ada satupun titik yang
membuatnya puas.
Kekosongan makin
senyap, sampai ada
suara
yang menyapanya.
“ Sedang apa kau di
sini wahai anak
muda ?” tanya
seseorang.
Rupanya ada seorang
lelaki tua.
“ Apa yang kau
risaukan..?”
Anak muda itu
menoleh ke samping,
“ Aku lelah Pak Tua.
Telah
berbatu-batu jarak
yang ku tempuh untuk
mencari kebahagiaan,
namun tak juga ku
temukan rasa itu
dalam diriku. Aku
telah
berlari melalui gunung
dan lembah, tapi tidak
ada tanda
kebahagiaan yang
hadir dalam diriku.
Kemanakah aku harus
mencarinya? Bilakah
akan ku temukan rasa
itu ?”
Lelaki tua itu duduk
semakin dekat,
mendengarkan dengan
penuh perhatian.
Dipandangnya wajah
lelah di depannya.
Lalu,
dia mulai berkata, “Di
depan sana, ada
sebuah taman. Jika
kamu
ingin jawaban dari
pertanyaanmu,
tangkaplah seekor
kupu-kupu
buatku. ”
Mereka
berpandangan.
“ Ya... tangkaplah
seekor kupu-kupu
buatku dengan
tanganmu, ”
Pak Tua mengulangi
kalimatnya lagi.
Perlahan.... pemuda
itu bangkit.
Langkahnya menuju
satu arah,
taman. Tidak berapa
lama, ditemuinya
taman itu. Taman
yang
semarak dengan
pohon dan bunga-
bunga yang sedang
mekar.
Maka tidak heranlah,
banyak kupu-kupu
yang berterbangan di
sana. Dari kejauhan
Pak Tua melihat,
memperhatikan
tingkah
yang diperbuat
pemuda yang sedang
gelisah itu.
Anak muda itu mulai
bergerak. Dengan
mengendap-ngendap,
ditujunya sebuah
sasaran. Perlahan.
Namun, Hap! sasaran
itu
luput. Di kejarnya
kupu-kupu itu ke arah
lain. Dia tidak ingin
kehilangan buruan.
Namun lagi-lagi. Hap!.
Dia gagal. Dia mulai
berlari tak beraturan.
Diterjangnya sana-sini.
Dirempohnya
rerumputan dan
tanaman
untuk mendapatkan
kupu-kupu itu.
Diterobosnya semak
dan
perdu di sana.
Gerakannya semakin
liar.
Adegan itu terus
berlangsung, namun
belum ada satu
kupukupu
yang dapat ditangkap.
Si pemuda mulai
kelelahan.
Nafasnya semakin
kencang, dadanya
bergerak naik-turun
dengan cepat. Sampai
akhirnya ada teriakan,
“ Hentikan dulu
anak muda.
Istirahatlah.”
Tampak Pak Tua yang
berjalan perlahan. Ada
sekumpulan kupukupu
yang berterbangan di
sisi kanan dan kiri Pak
Tua. Mereka
terbang berkeliling,
sesekali hinggap di
tubuh tua itu.
“ Begitukah caramu
mengejar
kebahagiaan? Berlari
dan
menerjang?
Merempoh-rempoh
tak tentu arah,
menerobos
tanpa peduli apa yang
kau rusak ?” Pak Tua
menatap pemuda
itu.
“ Nak, mencari
kebahagiaan itu
seperti menangkap
kupu-kupu.
Semakin kau terjang,
semakin ia akan
menghindar. Semakin
kau
buru, semakin pula ia
pergi dari dirimu. ”
“Namun, tangkaplah
kupu-kupu itu dalam
hatimu. Kerana
kebahagiaan itu bukan
benda yang dapat kau
genggam, atau
sesuatu yang dapat
kau simpan. Carilah
kebahagiaan itu dalam
hatimu. Telusuri rasa
itu dalam kalbumu. Ia
tak akan lari
kemanamana.
Bahkan, tanpa kau
sadari kebahagiaan itu
sering datang
sendiri. ”
Pak Tua mengangkat
tangannya. Hap, tiba-
tiba, tampak seekor
kupu- kupu yang
hinggap di hujung jari.
Terlihat kepak-kepak
sayap kupu- kupu itu,
memancarkan
keindahan ciptaan
Tuhan.
Pesonanya begitu
mengkagumkan,
kelopak sayap yang
mengalun perlahan,
layaknya kebahagiaan
yang hadir dalam
hati. Warnanya begitu
indah, seindah
kebahagiaan bagi
mereka
yang mampu
menyelaminya.
……………………….
PENGAJARAN CERITA
INI:
Mencari kebahagiaan
adalah layaknya
menangkap kupu-
kupu.
Sulit, bagi mereka
yang terlalu bernafsu,
namun mudah, bagi
mereka yang tahu apa
yang mereka cari. Kita
mungkin dapat
mencarinya dengan
menerjang sana-sini,
merempoh sana-sini,
atau menerobos sana-
sini untuk
mendapatkannya. Kita
dapat
saja mengejarnya
dengan berlari
kencang, ke seluruh
penjuru
arah. Kita pun dapat
meraihnya dengan
bernafsu, seperti
menangkap buruan
yang dapat kita
santap setelah
mendapatkannya.
Namun kita belajar.
Kita belajar bahawa
kebahagiaan tidak
boleh
di dapat dengan cara-
cara seperti itu. Kita
belajar bahwa bahagia
bukanlah sesuatu yang
dapat di genggam
atau benda yang
dapat disimpan.
Bahagia adalah udara,
dan kebahagiaan
adalah
aroma dari udara itu.
Kita belajar bahawa
bahagia itu memang
ada dalam hati.
Semakin kita
mengejarnya, semakin
pula
kebahagiaan itu akan
pergi dari kita.
Semakin kita berusaha
meraihnya, semakin
pula kebahagiaan itu
akan menjauh.
Cobalah temukan
kebahagiaan itu dalam
hatimu. Biarkanlah
rasa
itu menetap, dan
abadi dalam hati kita.
Temukanlah
kebahagiaan itu dalam
setiap langkah yang
kita lakukan. Dalam
bekerja, dalam
belajar, dalam
menjalani hidup kita.
Dalam
sedih, dalam gembira,
dalam sunyi dan dalam
riuh. Temukanlah
bahagia itu, dengan
perlahan, dalam
tenang, dalam
ketulusan
hati kita.
Saya percaya, bahagia
itu ada dimana-mana.
Rasa itu ada di
sekitar kita. Bahkan
mungkin, bahagia itu
“ hinggap” di hati kita,
namun kita tidak
pernah
memperdulikannya.
Mungkin juga,
bahagia itu
berterbangan di
sekeliling kita, namun
kita terlalu
acuh untuk
menikmatinya.