Jumat, 10 Agustus 2012

KESALAHAN DALAM BULAN RAMADHAN


Pendahuluan

Dalam setahun, ada satu bulan yang kedatangannya selalu kita nantikan, ia adalah bulan Ramadhan. Alhamdulillah, bulan yang sangat kita rindukan itu kini telah tiba. Pada bulan ini Allah mencurahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di bulan Ramadhan, kedermawanan Nabi shallallahu alaihi wasallam lebih deras dari hembusan angin. Para Sahabat dan As-Salafus Shalih terdahulu selalu berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah di dalamnya. Namun saat ini, kondisi umat Islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk diajak ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan penuh kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja hampir sepanjang tahun tak siap dengan amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar.

Karena itu, redaksi berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan yang sering dilakukan di bulan Ramadhan.

Risalah ini ditulis oleh seorang ulama yang memiliki perhatian khusus terhadap bulan Ramadhan, di antaranya beliau juga menulis buku "Risalah Ramadhan" (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, cet. Darul Haq), beliau adalah Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah. Bagian pertama dari dua tulisan.

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, musim berbagai macam ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersede-kah, berbuat baik, dzikir, do'a, istighfar, memohon Surga, berlindung dari masuk Neraka serta macam-macam ibadah dan amal kebajikan lainnya.

Orang yang beruntung adalah yang menjaga setiap detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai amal perbuatan yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah, sesuai dengan yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu, setiap muslim wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.

Sayangnya, tak sedikit orang yang melalaikan masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada kesalahan-kesalahan.

Kesalahan-Kesalahan

Di antara kesalahan-kesalahan yang acap kali dilakukan orang berkaitan dengan bulan Ramadhan adalah:
1. Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta tidak menanyakannya.
Padahal Allah berfirman, artinya, "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui." ( An-Nahl: 43).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya." ( Muttafaq Alaih).

2. Menyambut bulan suci Ramadhan dengan hura-hura dan bermain-main.
Padahal yang seharusnya adalah menyambut bulan yang mulia tersebut dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun nafs (perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar, sebelum datang hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun yang buruk.

3. Ta'at hanya di bulan Ramadhan.
Sebagian orang, bila datang bulan Ramadhan mereka bertaubat, shalat dan puasa. Tetapi jika bulan Ramadhan telah berlalu mereka kembali lagi meninggalkan shalat dan melakukan berbagai perbuatan maksiat. Alangkah celaka golongan orang seperti ini, sebab mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan Ramadhan. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah Satu jua? Bahwa maksiat itu haram hukumnya di setiap waktu? Bahwa Allah mengetahui perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?

Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.

4. Beranggapan keliru.
Sebagian orang beranggapan bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan di siang hari, serta untuk begadang di malam hari. Lebih disayangkan lagi, mayoritas mereka begadang dalam hal-hal yang dimurkai Allah, berhura-hura, bermain yang sia-sia (seperti main kartu dsb.), menggunjing, adu domba dan sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat berbahaya dan merugikan mereka sendiri.

Sesungguhnya hari-hari bulan Ramadhan merupakan saksi ta'atnya orang-orang yang ta'at dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan lupa diri.

5. Bersedih dengan datangnya bulan Ramadhan.
Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan datangnya bulan Ramadhan dan bersuka cita jika bulan Ramadhan berlalu. Sebab mereka beranggapan bulan Ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan maksiat dan menuruti syahwat. Mereka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan toleransi. Karena itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain daripada bulan Ramadhan. Padahal ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan pembebasan dari Neraka bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan setiap yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala yang dilarang.

6. Begadang untuk sesuatu yang tidak terpuji.
Banyak orang yang begadang pada malam-malam Ramadhan dengan melakukan sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol, jalan-jalan atau duduk-duduk di jembatan atau trotoar jalan. Pada tengah malam mereka baru pulang dan langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka tidak bisa bangun untuk shalat Shubuh berjamaah pada waktunya.

Ada banyak kesalahan dan kerugian dari perbuatan semacam ini:
  • Begadang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam membenci tidur sebelum Isya' dan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali dalam hal kebaikan. Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi orang yang shalat atau bepergian." (As-Suyuthi berkata, hadits ini hasan). 
  • Sia-sianya waktu mereka yang sangat berharga. Mereka sama sekali tidak memanfaatkannya sedikitpun. Padahal masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi dengan mengingat Allah di dalamnya. 
  • Menyegerakan sahur sebelum waktu yang dianjurkan. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan sahur pada akhir malam sebelum terbit fajar.

    Musibah terbesar mereka adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Barangsiapa shalat Isya' berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat sepanjang malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu).

    Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka mengharamkan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.

7. Hanya menjaga hal-hal lahiriah. 
Banyak orang yang menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan, minum dan bersenggama dengan isteri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara maknawiyah seperti menggunjing, adu domba, dusta, melaknat, mencaci, memandang wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar dan sebagainya. 

Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al-Bukhari). 

8. Meninggalkan shalat Tarawih. 
Padahal telah dijanjikan bagi orang yang menjalankannya -karena iman dan mengharap pahala dari Allah- ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang meninggalkan shalat taraweh berarti meremehkan adanya pahala yang agung dan balasan yang besar ini. 

Ironinya, banyak umat Islam yang meninggalkan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh hanyalah sunnah belaka. 

Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan turunnya Lailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan pahala yang amat besar. 

9. Puasa tetapi tidak shalat. 
Sebagian orang ada yang berpuasa, tetapi meninggalkan shalat atau hanya shalat ketika bulan Ramadhan saja. Orang semacam ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat. Sebab shalat adalah tiang dan pilar utama agama Islam. 

10. Bepergian agar punya alasan berbuka. 
Sebagian orang melakukan perjalanan ke luar negeri pada bulan Ramadhan untuk tujuan yang baik, tetapi agar bisa berbuka puasa dengan alasan musafir. 
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian. 

11. Berbuka dengan sesuatu yang haram. 
Seperti minuman yang memabukkan, rokok dan sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang didapatkan dari yang haram. Orang yang makan atau minum dari sesuatu yang haram tak akan diterima amal perbuatannya dan tak mungkin pula do'anya dikabulkan. 

TAK MAU BERJILBAB


Tak Mau Berjilbab, Alasan dan Jawaban
Seorang muslimah, diperintahkan untuk menutup auratnya ketika keluar rumah, yaitu dengan mengenakan pakaian syar'i yang dikenal dengan jilbab atau hijab. Namun dalam kenyataan masih banyak di antara para muslimah yang belum mau memakainya. Ada yang dilarang oleh orang tuanya, ada yang beralasan belum waktunya atau nanti setelah pergi haji dan segudang alasan yang lain. Nah apa jawaban untuk mereka?

1. Saya Belum Bisa Menerima Hijab 

Untuk ukhti yang belum bisa menerima hijab maka perlu kita tanyakan, "Bukankah ukhti sungguh-sungguh dan yakin dalam memeluk Islam, dan bukankah ukhti telah mengucapkan la ilaha illallah Muhammad rasulullah dengan yakin? Yang berarti menerima apa saja yang diperintahkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasulullah? Jika ya maka sesungguhnya hijab adalah salah satu syari'at Islam yang harus dilaksanakan oleh para muslimah. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memerintah kan para mukminah untuk memakai hijab dan demikian pula Rassulullah Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan itu. Jika anda beriman kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, maka anda tentu akan dengan senang hati memakai hijab itu.

2. Saya Menerima Hijab, Namun Orang Tua Melarang. 
Kalau saya tidak taat kepada orang tua, saya bisa masuk neraka. Kepada saudariku kita beritahukan bahwa memang benar orang tua memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, dan kita diperintahkan untuk berbakti kepada mereka. Namun taat kepada orang tua dibolehkan dalam hal yang tidak mengandung maksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , sebagaimana dalam firman-Nya, artinya,

"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya," (QS. Luqman:15)

Meskipun demikian kita tetap harus berbuat baik kepada kedua orang tua kita selama di dunia ini.

Inti permasalahannya adalah, bagaimana saudari taat kepada orang tua namun bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah yang menciptakan anda, memberi nikmat, rizki, menghidupkan dan juga yang menciptakan kedua orang tua saudari?

3. Saya Tidak Punya Uang untuk Membeli Jilbab 

Ada dua kemungkinan wanita muslimah yang mengucapkan seperti ini, yaitu mungkin dia berdusta dan mungkin juga dia jujur. Jika dalam kesehariannya dia mampu membeli berbagai macam pakaian dengan model yang beraneka ragam, mampu membeli perlengkapan ini dan itu, maka berarti dia telah bohong. Dia sebenarnya memang tidak berniat untuk membeli pakaian yang sesuai tuntunan syari'at. Padahal pakaian syar،¦i biasanya tidak semahal pakaian-pakaian model baru yang bertabarruj.

Maka apakah saudari tidak memilih pakaian yang seharusnya dikenakan oleh seorang wanita muslimah. Apakah anda tidak memilih sesuatu yang dapat menyelamatkan anda dari adzab Allah Subhannahu wa Ta'ala dan kemurkaan-Nya? Ketahuilah pula bahwa kemuliaan seseorang bukan pada model pakaiannya, namun pada takwanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dia telah berfirman, artinya,

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (QS. al-Hujurat:13)

Adapun jika memang anda seorang yang jujur, jika benar-benar saudari berniat untuk memakai jilbab maka Allah Subhannahu wa Ta'ala akan memberikan jalan keluar. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengatakan, artinya,

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. ath-Thalaq 2-3)

Kesimpulannya adalah bahwa untuk mencapai keridhaan Allah dan untuk mendapatkan surga, maka segala sesuatu akan menjadi terasa ringan dan mudah.

4. Cuaca Sangat Panas 

Jika saudari beralasan bahwa cuaca sangat panas, kalau memakai jilbab rasanya gerah, maka saudari hendaklah selalu mengingat firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,

"Katakanlah, "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jikalau mereka mengetahui."(QS. 9:81)

Apakah anda menginginkan sesuatu yang lebih panas lagi daripada panasnya dunia ini, dan bagaimana saudari menyejajarkan antara panasnya dunia dengan panasnya neraka? Yang dikatakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,

"Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah." (QS. 78:24-25)

Wahai saudariku, ketahuilah bahwa surga itu diliputi dengan berbagai kesusahan dan segala hal yang dibenci nafsu, sedangkan neraka dihiasi dengan segala yang disenangi hawa nafsu.

5. Khawatir Nanti Aku Lepas Jilbab Lagi 

Ada seorang muslimah yang mengatakan, "Kalau aku pakai jilbab, aku khawatir nanti suatu saat melepasnya lagi." Saudariku, kalau seseorang berpikiran seperti anda, maka bisa-bisa dia meninggalkan seluruh atau sebagian ajaran agama ini. Bisa-bisa dia tidak mau shalat, tidak mau berpuasa karena khawatir nanti tidak bisa terus melakukannya.

Itu semua tidak lain merupakan godaan dan bisikan setan, maka hendaklah suadari mencari sebab-sebab yang dapat menjadikan anda selalu beristiqamah. Di antaranya dengan banyak berdo'a agar diberikan ketetapan hati di atas agama, bersabar dan melakukan shalat dengan khusyu'. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya,
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. 2:45)

Jika saudari telah memegang teguh sebab-sebab hidayah dan telah merasakan manisnya iman maka saudari pasti tidak akan meninggalkan perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , karena dengan melaksanakan itu anda akan merasa tentram dan nikmat.

6. Aku Takut Tidak Ada Yang Menikahiku

Saudariku! Sesungguhnya laki-laki yang mencari istri seorang wanita yang bertabarruj, membuka aurat dan senang melakukan berbagai kemaksiatan maka dia adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu. Dia tidak cemburu terhadap yang diharamkan Allah Subhannahu wa Ta'ala, tidak cemburu terhadapmu, dan tidak akan membantumu dalam ketaatan, menuju surga serta menyelamatkanmu dari neraka.

Jadilah engkau wanita yang baik, insya Allah Subhannahu wa Ta'ala engkau mendapatkan suami yang baik pula. Engkau lihat berapa banyak wanita yang tidak berhijab, namun dia tidak menikah, dan engkau lihat berapa banyak wanita berjilbab yang telah menjadi seorang istri.

7. Kita Harus Bersyukur

"Oleh karena kecantikan merupakan nikmat dari Allah Subhannahu wa Ta'ala, maka kita harus bersyukur kepada-Nya, dengan memperlihatkan keindahan tubuh, rambut dan kecantikan kita." Mungkin ada di antara muslimah yang beralasan demikian.

Suadariku! Itu bukanlah bersyukur, karena bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala bukan dengan cara melakukan kemaksiatan. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka." (QS. an-Nur:31)

Dalam firman-Nya yang lain,
"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (QS.al-Ahzab:59)

Nikmat terbesar yang Allah Subhannahu wa Ta'ala berikan kepada kita adalah iman dan Islam, jika anda ingin bersyukur kepada Allah maka perlihatkanlah kesyukuran itu dengan sesuatu yang disenangi dan diperintahkan Allah Subhannahu wa Ta'ala, di antaranya adalah dengan mememakai hijab atau jilbab. Inilah syukur yang sebenarnya.

8.Belum Mendapatkan Hidayah

Ada sebagian muslimah yang mengatakan, "Saya tahu bahwa jilbab itu wajib, namun saya belum mendapatkan hidayah untuk memakainya." Kepada saudariku yang yang beralasan demikian kami katakan, "Bahwa hidayah itu ada sebabnya sebagaimana sakit itu akan sembuh dengan sebab pula. Orang akan kenyang juga dengan sebab, yakni makan. Kalau anda setiap hari meminta kepada Allah agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, maka anda harus berusaha meraihnya.Di antaranya, hendaklah anda bergaul dengan wanita yang baik-baik, ini merupakan sarana yang sangat efektif, sehingga hidayah dapat anda raih dan terus-menerus terlimpah kepada ukhti.

9.Aku Takut Dikira Golongan Sesat

Ketahuilah saudariku! Bahwa dalam hidup ini hanya ada dua kelompok, hizbullah (kelompok Allah) dan hizbusy syaithan (kelompok syetan). Golongan Allah adalah mereka yang senantiasa menolong agama Allah Subhannahu wa Ta'ala, melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Sedangkan golongan setan sebaliknya selalu bermaksiat kepada Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan ketika ukhti melakukan ketaatan, salah satunya adalah memakai hijab maka berarti ukhti telah menjadi golongan Allah ƒ¹, bukan kelompok sesat.

Sebaliknya mereka yang mengumbar aurat, bertabarruj, berpakaian mini dan yang semisal itu, merekalah yang sesat. Mereka telah terbius godaan syetan atau menjadi pengekor orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Maka berbahagialah anda sebagai kelompok Allah Subhannahu wa Ta'ala yang pasti menang.

Jilbab atau hijab adalah bentuk ibadah yang mulia, jangan sejajarkan itu dengan ocehan manusia rendahan. Dia disyari'atkan oleh Penciptamu, kalau engkau taat kepada manusia dalam rangka bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala maka sungguh engkau akan binasa dan merugi. Mengapa engkau mau diperbudak oleh mereka dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan mematikanmu?

Sumber: Buletin Darul Qasim, " Wa man Yamna'uki minal hijab", Dr Huwaidan Ismail