Rabu, 23 Februari 2011

Gejala Psikiatrik Tumor Otak

PENDAHULUAN
Hampir semua insan akan merasa ngeri manakala sudah
ditetapkan diagnosis bahwa dirinya menderita tumor apalagi
tumor otak. Hal demikian tidaklah berlebihan karena hingga
saat ini belum juga ditemukan sistem pengobatan yang mujarab
untuk penyembuhan tumor secara tuntas; sehingga wajarlah jika
persepsi orang terhadap diagnosis tumor adalah identik dengan
menunggu datangnya kematian, yang pada umumnya sejak ditegakkan
diagnosis sampai datangnya maut waktunya diperkirakan
tidak akan lama lagi. Meskipun sudah disadari bahwa
maut pasti datang, namun sangatlah jarang orang yang siap
menghadapinya. Yang lazim terjadi peristiwa itu selalu merupakan
stressor bagi yang bersangkutan maupun keluarga
yang ditinggalkan.
Reaksi pasien dan keluarganya dalam menghadapi tumor
otak bermacam-macam, ada yang dengan tabah dan pasrah;
tetapi kebanyakan orang akan merasa sangat menderita tekanan
batin setelah mengetahui diagnosis dan gambaran perjalanan
penyakit itu.
Reaksi emosional tersebut perlu diketahui dalam rangka
menentukan sikap (approach) dari berbagai disiplin ilmu terkait
dalam menangani tumor otak secara bersama-sama, yang
menyangkut aspek organobiologik (fisik) psiko edukatif dan
sosio kultural. Hal ini penting karena aspek psikiatri tumor otak
dapat muncul dalam berbagai situasi, misalnya :
1. Adanya gejala psikiatri yang erat mendahului gejala klinis
yang lain.
2. Reaksi emosional setelah diagnosis adanya tumor.
3. Reaksi emosional pada tindakan (pra operasi).
4. Reaksi emosional pasea tindakan/post operasi dan rehabilitasi.
5. Menghadapi pasien path stadium terminal.
6. Reaksi emosional dari keluarga dan lingkungan.
Dalam uraian berikut akan dibahas peran serta psikiatri dalam
menangani tumor otak; dalam hal diagnosis dini, terapi dan
rehabilitasi sera menghadapi pasien dalam stadium terminal.
TUMOR OTAK DAN KELAINAN PSIKIATRI
Tumor otak dapat timbul di berbagai bagian dari otak; di
jaringan otak, selaput otak, sistim. ventrikel, pleksus koroid,
glandula pinealis, hipofisis dan lain-lain. Tumor otak dapat
bersifat primer atau sekunder sebagai akibat metastasis dari
tumor di bagian lain.
Manifestasi klinis tumor otak tergantung dari beberapa
faktor, antara lain :
∗ Jenis dan sifat tumor
∗ Kecepatan pertumbuhan dan penyebaran
∗ Lokalisasi tumor
∗ Kecepatan kenaikan tekanan intrakranial.
Tumor ōtak paling sering mengakibatkan timbulnya kelainan
psikiatri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Timbulnya gejala psikiatri biasanya akan terlihat lebih awal.
Kalau perjalanan penyakit demikian, maka tidak terlalu sulit
untuk mendeteksi tumor otak tersebut. Namun seringkali didapatkan
perjalanan penyakit yang sebaliknya, yaitu gejala
psikiatri muncul lebih dahulu sehingga tidak jarang pasien didiagnosis
dan diterapi sebagai sehizophreniform, karena pada
kasus demikian memang tidak ditemukan gejala-gejala yang
nyata; atau kalau didapatkan gejala neurologis, penyakitnya
sudah semakin parah. Gejala psikiatri ini perjalanannya dapat
cepat atau pelan-pelan dan bervariasi cukup luas; sehingga tidak
dapat untuk pedoman dalam menentukan stadium tumor otak.
Dengan perkataan lain, kelainan psikiatri yang timbul pada
tumor otak yang tidak menunjukkan gejala neurologik yang jelas
perlu diwaspadakan. Pada kasus demikian perlu dilakukan
pemeriksaan CT Sean kepala dan penanganan selanjutnya.
PROBLEM PSIKIATRI PASIEN TUMOR OTAK
Pasien yang menderita tumor otak seringkali menghadapi
problem psikiatri yang berpengaruh pula terhadap keluarganya,
lingkungannya dan semua yang terkait dengannya. Aspek
psikiatri akan muncul setelah diketahui ada tumor otak, selama
dalam perawatan, pengobatan, rehabilitasi maupun saat menghadapi
stadium terminal.
Problem psikiatri yang timbul pada umumnya berkisar
pada permasalahan sebagai berikut :
1) Keadaan penyakitnya sendiri
2) Antisip'asi dari dokter yang merawatnya
3) Lasputaksasi (yang pada umumnya cukup lama)
4) Informasi mengenai diagnosis penyakit, terapi/operasi dan
pasea operasi serta rehabilitasi
5) Fungsi organ tubuh pasea operasi
6) Keadaan terminal.
Frekuensi problem pada pasien tumor otak (yang sebelumnya
bukan penderita gangguan jiwa) menurut Leponski :
1) Basic Stress Psychology yang berhubungan dengan diagnosis,
perawatan dan rencana penanganan selanjutnya.
2) Komunikasi informatif tentang rencana tindakan (operasi)
dengan berbagai alternatif yang mungkin timbul.
3) Persiapan pre dan post operasi.
4) Pengertian psikodinamik mengenai hubungan antarapasiendokter-
keluarga dan lingkungan.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut diharapkan para
dokter yang menangani tumor akan memperhitungkan bahwa
kemungkinan akan dapat timbul kelainan psikiatri pada pasien
itu sendiri maupun keluarganya.
GEJALA PSIKIATRI TUMOR OTAK
Gejala psikiatri tumor otak variasinya cukup banyak, berbeda-
beda bagi tiap-tiap pasien walaupun diagnosisnya sama,
bahkan pada seorang pasien seringkali gejalanya berubah-ubah
dari waktu ke waktu.
Karena gejala psikiatri ini tidak membentuk suatu sindrom
psikiatri yang khas maka kelakuan psikiatri yang timbul pada
tumor otak tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
tumor dan lokalisasinya. Namun demikian kalau dicurigai dapat
diperiksa lebih lanjut (misalnya CT Sean kepala) untuk meyakinkan
diagnosis dan tindakan selan jutnya.
Gejala psikiatri yang sering timbul pada tumor otak antara
lain .
1) Gangguan fungsi intelek; yang paling menonjol ialah
menurunnya fungsi pertimbangan dan tata sosial pada umumnya.
Kelakuan ini tergantung pada jenis dan lokalisasi tumor serta
gambaran kepribadian premorbid.
2) Gangguan fungsi berbahasa; gejala ini biasanya mengaburkan
gejala psikiatri lain namun justru pada kasus demikian
perlu diperiksa lebih teliti.
3) Hilangnya daya ingat; terutama atas peristiwa yang baru
saja terjadi, sedang peristiwa yang sudah lama kadang-kadang
masih diingat baik. Seringkali dapat muncul seperti sindrom
Korsakoff.
4) Gangguan emosi; pasien menjadi Icbih Ickas marah, atau
dapat pula dalam keadaan depresi.
5) Kemunduran taraf kecerdasan secara umum.
6) Gangguan orientasi.
7) Kelainan dan perubahan tingkah laku/kepribadian (personality
changes).
8) Gejala-gejala neurologik yang samar.
Di samping gejala-gejala psikiatri yang timbul akibat
tumor otak, juga timbul reaksi dari pasien terhadap penyakit
tersebut antara lain :
1) Stres emosional meliputi terapi/perawatan dan prognosisnya
serta problem biaya.
2) Sikap pasien terhadap tumor otak :
a) Menerima apa adanya (accepting the diagnosis).
b) Sedih dan bingung (apprehension ).
c) Acuh tak acuh dengan penyakitnya (apathy).
d) Berusaha mencari berbagai upaya penyembuhan.
e) Cemas menghadapi kematian.
3) Timbulnya keluhan fisik dan psikis yang umumnya berlatar
belakang pada rasa cemas, depresi dan penolakan terhadap
penyakitnya. Pada umumnya kelakuan psikiatri akan timbul
bila pasien mempunyai :
a) Perasaan berdosa dan bersalah yang tidak atau belum terselesaikan.
b) Kesadaran akan tugas yang belum selesai.
c) Kesempatan-kesempatan yang terbengkalai.
d) Cemas akan perpisahan.
e) Problema psikis yang belum terselesaikan.
Kelainan psikiatri dapat pula timbul setelah tindakan (operasi)
terhadap tumor otak, misalnya :
1) Komplikasi psikiatri postoperatif yang berhubungan
dengan :
a) Tingkat anxietas pre operatif.
b) Harapan yang realistik/tidak realistik.
c) Sikap denial dari pasien.
2) Anxietas, kecemasan dan persepsi lingkungan.
3) Dependency; bahkan sering terjadi tingkah laku regresif
(regressive behaviour) baik fisik maupun emosional.
4) Reaksi depresi, murung, lesu, tak ada gairah hidup, merasa
berdosa, merasa mendapat kutukan, menyesali diri sendiri, keinginan
untuk bunuh diri.
5) Keluhan-keluhan hipokondriasis.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelainan
psikiatri pada tumor otak timbul sebagai :
a) Gejala dari tumor yang dapat timbul lebih dini maupun
pada saat-saat Ian jut.
b) Reaksi pasien terhadap tumor.
c) Reaksi pasien terhadap rencana tindakan, pasea tindakan
dan problem finansial.
d) Komplikasi psikiatrik pasea operasi.
CONTOH KASUS (I)
Seorang laki-laki bernama Sy, umur 23 tahun, pendidikan
AKABRI tahun terakhir. Pasien anak ke 7 dari 10 bersaudara.
Sejak kecil diasuh oleh orang tuanya, hubungan dengan
saudara-saudaranya cukup baik. Riwayat pendidikan sejak SD
hingga AKABRI prestasinya baik, selalu mendapat ranking di
kelas. Sifatnya agak keras dibandingkan dengan saudaranya,
tetapi ia pandai bergaul walaupun dari fihak keluarga tidak ada
yang menjadi ABRI. Semenjak berada di tingkat terakhir
AKABRI, pasien mengeluh tidak dapat berkonsentrasi,
pikirannya suing kacau dan tingkah lakunya semakin aneh.
Pernah terjadi sewaktu latihan luar, tiba-tiba pasien bicaranya
kacau, tingkah lakunya anch, tidak selayaknya sebagai taruna
AKABRI dan dianggapnya karena kesurupan. Akhirnya pasien
dirawat di rumah sakit di bagian jiwa kira-kira 1 bulan. Untuk
tahun terakhir ini pasien tinggal kelas. Setelah mengikuti
pendidikan lagi prestasinya semakin menurun dan sekali-kali
menunjukkan keanehan.
Sewaktu dalam pendidikan penyakitnya kambuh lagi, selanjutnya
pasien dirawat lagi di rumah sakit dan oleh psikiater
setempat didiagnosis Skizofrenia. Selama dalam perawatan
kira-kira 6 bulan, respon terhadap terapi kurang begitu baik.
Hasil konsultasi dengan bagian Neurologi dan pungsi lumbal
semuanya tidak menemukan kelainan neurologis.
Pada tanggal 10-1-1986, pasien dirujuk ke RSPAD dengan
surat pengantar dan diagnosis Skizofrenia. Pasien datang dalam
keadaan sadar, dapat berjalan sendiri, menggunakan seragam
AKABRI tempi kurang memperhatikan tata tertib militer yang
biasanya ditaati sekali. Sikapnya acuh tak acuh, ekspresi wajah
tampak kosong, kontak psikis tidak adckuat, kadang-kadang
bicara sendiri. Orientasi terhadap waktu, tempat, personal tidak
jelas terganggu.
Hasil pemeriksaan neurologis, tidak jelas ada kelainan. EEG
dalam batas normal. Setelah 5 hari dalam perawatan di Bagian
Jiwa RSPAD, pasien menunjukkan adanya nystagmus dan
penglihatan merasa kurang terang.
Hasil konsultasi Bagian Mata dijawab; Gambaran fundus
ODS baik, ada nystagmus.
Hasil konsultasi ulang Bagian Neurologi didapat kesan
Observasi tumor hipofisis dan disarankan untuk CT Sean
kepala. Hasil CT Sean kepala tanggal 16-1-1989 : Neoplasma
daerah pineal dengan ukuran yaitu 5 x 4 x 5 cm yang meluas ke
supra sellar.
Selanjutnya pasien ditangani oleh bagian Bedah Saraf. Selama
dalam perawatan di Bedah Saraf pasien sempat dicutikan ke
daerah asalnya, sambil menunggu persiapan operasi. Kemudian
pasien dioperasi, dengan tindakan pembedahan V-P Shunt, dan
diagnosa akhir : Tumor ventrikel III dengan hidrosefalus.
CONTOH KASUS (II)
Pasien seorang laki-laki, umur 45 tahun, pangkat Serka.
Pada tanggal 15-12-1986, pasien dibawa berobat ke bagian
Psikiatri RSPAD Gatot Soebroto, karena bicaranya kacau,
marah-marah, suka telanjang (tidak malu sama sekali), buang
air kecil sembarangan dan di tempat umum, ingin pergi dari
rumah dan sukar dikendalikan. Keadaan ini dialaminya untuk
yang pertama kalinya. Sebelumnya pasien sifatnya peramah,
sangat sopan kepada siapa saja, rajin bekerja, tidak pemah
menēntang perintah atasan, rukun dengan teman sekerjanya.
Sebulan sebelum sakit, pasien sempat pergi membawa mobil
beserta keluarganya ke Garut dari Jakarta pulang balik.
Semenjak pulang dari Garut, itu pasien sering termenung,
kadang-kadang bicara sendiri, berani membolos dari dinas bahkan
pernah tidak mau melaksanakan perintah atasannya, serta tingkah
lakunya aneh. Oleh keluarga pasien dikira kesurupan, lalu dibawa
ke dukun. Setelah kira-kira sebulan tidak ada kemajuan,
lalu dibawa ke bagian Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.
Selama dalam perawatan di bagian Jiwa : Keadaan umum
kompos mentis, pakaian kurang teratur, dan pasien tidak memperhatikan
tata tertib militer sama sekali. Kontak psikis tidak
adekuat, bicara kacau, pasien minta dipegangi istrinya terus.
Pasien buang air kecil sembarangan, suhu badan 30°C, tensi 140/
80 mmHg.
Hasil konsultasi dengan bagian lain :
Interna : Observasi UTI dan DD/thypoid fever
Urologi : Nocturia ec psikogenik.
Neurologi : Suspek meningoencephalitais
EEG : dalam batas normal.
Selanjutnya pasien dipindah rawat di Bagian Neurologi.
CT Sean kepala : tanpa/dengan kontras menunjukkan gambaran
butterfly glioblastoma corpus callosum bagian interior.
DD/Astrocytoma.
Pasien meninggal setelah 21 hari perawatan, sebelum
tindakan pembedahan yang direncanakan setelah keadaan
umumnya membaik.
PEMBAHASAN
Dari kedua contoh kasus di atas, pasien dirujuk ke bagian
Jiwa dengan kesan suatu keadaan psikosis, dan sewaktu datang
belum menunjukkan kelainan neurologis yang nyata.
Perjalanan penyakit untuk kasus pertama lebih dari satu
tahun dalam perawatan psikiatrik, sedang kasus kedua hanya
sekitar satu bulan (yang dugaan semu sehingga dibawa ke dukun)
dan dibawa ke bagian Jiwa dengan kesan suatu psikosis.
Dari kedua kasus tersebut upaya untuk menegakkan
diagnosis adanya tumor serebri dilakukan dengan CT Sean
kepala karena pemeriksaan sebelumnya termasuk pemeriksaan
EEG tidak jelas menunjukkan adanya kelainan. Akhirnya pasien
meninggal di Bagian Bedah Saraf setelah dilakukan tindakan
operasi, sedang kasus kedua belum sempat dilakukan operasi
sudah meninggal.
Di sini jelas bahwa pasien tersebut datang dengan kelainan
psikiatrik, padahal sebenarnya ia juga menderita tumor intra
kranial yang tidak terdcteksi sejak dini.
KESIMPULAN
Telah diuraikan secara singkat aspek psikiatri tumor otak
dengan contoh kasus. Kelainan psikiatri akibat tumor otak dapat
limbul lebih dini dari kelainan klinik yang lain sehingga jika
kasus psikiatri dengan kecurigaan latar belakang tumor otak
perlu pemeriksaan Iebih cermat (misal CT Sean) agar penanganan
tidak terlambat.
Meskipun ada kelainan psikiatri pada tumor otak namun
tidak merupakan sindrom klinik yang khas sehingga kelainan
tersebut tidak dapat untuk menentukan jenis dan lokalisasi
tumor.
Psikiatri dapat berperanserta dalam penanganan tumor otak
sejak penentuan diagnosis, perawatan, persiapan operasi, pasea
operasi dan rehabilitasi serta pada stadium terminal.
KEPUSTAKAAN
1. Goldman H. Organic Mental Disorders, Review of General Psichiatry,
Singapore: Maruzen Asia, 1984.
2. Haus P. When the Patient doesn't Die. General Hospital Psichiatry, Boston,
1988.
3. Kaplan III, Sadock BJ. Comprehensive Textbook of Psychiatry, V. Baltimore,
London: William and Wilkins Co, 1989.
4. Kolb LC. Psychological Factors Affecting Physical Condition. Modem
Clinical Psychiatry. 10th ed. London: WB. Saunders Co, 1982.
5. Ledenberg Marquerete, FMD. Psychooncology. Review of Comprehensive
Textbook of Psychiatry V. Baltimore, 1989.
6. Lucete FE. Strain J. Psychological Problem of the Patient with Head and
Neck Cancer, Comprehensive Management of Head and Neck Tumors,
Philadelphia: WB. Saunders Co., 1987.
7. Sehwartz SI. Psychiatry complication. Principles of Surgery 4th ed. Singapore:
MeGraw Hill International Book co, 1983.
8. Silvan Arieti. American Hand Book of Psychiatry, 2nd ed. vol. IV. USA:
Basic Book Inc. 1975.

Pengenalan Gejala Klinis Tumor Otak

Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti manusia.
Betapa tidak; kita semua mengetahui bahwa otak merupakan organ sentral
yang sangat penting bagi kehidupan yang berguna; sementara orang bahkan
mengatakan bahwa manusia berbeda dari makhuk hidup lainnya terutama
karena fungsi otaknya. Dan tumor sampai saat ini merupakan jenis penyakit
yang belum dapat diatasi sepenuhnya oleh pengetahuan kedokteran, apalagi
bila temasuk jenis tumor yang ganas.
Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa diagnosis tumor otak selalu
merupakan vonis kematian bagi penderitanya; dewasa ini ilmu kedokteran
telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan pengobatan terus menerus
disempurnakan, dan harapan hidup para penderitanya semakin meningkat.
Untuk lebih mengenali gejala klinis tumor otak sedini mungkin , sekaligus
memahami perangainya, maka beberapa waktu yang lalu Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto telah menyelenggarakan Simposium Tumor
Otak dengan PT Kalbe Farma sebagai sponsor tunggal. Dalam simpōsium ini
dibahas pule; cara-cara diagnosis, pengobatan - balk secara operasi maupun
cara-cara lainnya - dan tindakan rehabilitasi bagi para penderita tumor otak.
Simposium ini diadakan sebagai penyegar pengetahuan bagi para sejawat
agar tetap waspada terhadap kemungkinan penyakit ini, karena seperti juga
berlaku bagi penyakit lain pada umumnya, semakin dini penyakit diketahui,
semakin baik prognosisnya.
Selamat membaca.
PENDAHULUAN
Selama tahun 1988–1990 tereatat sejumlah 112 penderita
tumor otak berbagai jenis yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta. Sebagian dari penderita tumor otak tersebut memang
path mulanya ditemukan di klinik Neurologi karena umumnya
menunjukkan gejala-gejala yang sifatnya neurologis.
Di kalangan medis pada umumnya sudah dikenal trias
gejala tumor otak yaitu nyeri kepala, muntah dan ditemukannya
edema papil pada pemeriksaan fundus. Tetapi sebenarnya gejala
klinis tumor otak sering tidak sejelas itu, apalagi pada fase dini.
Tumor otak bisa memberikan gejala klinis beragam tergantung
kepada lokasi dan ukurannya. Gejala itu bisa khas, tapi bisa pula
kabur, sehingga bila kita tidak waspada bisa terkecoh dengan
dugaan yang keliru.
Tulisan ini dimaksudkan agar kita bisa mengenali gejala
tumor otak secara lebih dini dengan penekanan pada gejala
spesifiknya, khususnya berkaitan dengan lokasi tumornya.
GEJALA TUMOR OTAK
Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada
usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10
tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens
pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi
menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita.
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan
fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang
meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi
jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang,
penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan
sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.
Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh.
Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung
beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan
interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan
semakin lama semakin sering dengan interval semakin
pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita
batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar
atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi
berbaring, dan berkurang bila duduk.
Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi)
pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau
serabut saraf.
Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak
yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya
proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan
jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi
menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas
papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat,
pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputusputus.
Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita
sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab
edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat
penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila
tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran
likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidro-
sefalus interim.
Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang
korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar
dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang
yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang
karma epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia
dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya
tumor otak.
GEJALA TUMOR OTAK BERDASAR LOKASI
Tumor di lobus frontalis daerah prefrontal bisa memberikan
gejala gangguan mental sebelum munculnya gejala lainnya,
berupa perubahan perasaan, kepribadian dan tingkah laku serta
penderita merasakan perasaan selalu senang (euforia); jadi
menyerupai gejala psikiatris. Makin besar tumomya, gejala
gangguan mental ini semakin nyata dan kompleks. Afasia motorik
(gangguan bicara bahasa berupa hilangnya kemampuan
mengutarakan maksud) bisa terjadi bila tumor mengenai daerah
area Broca yang terletak di belahan kiri belakang. Reflck memegang
(grasp reflex) juga khas untuk tumor di lobus frontalis
ini. Pada stadium yang lebih lanjut bisa terjadi gangguan pembauan
(anosmia), gangguan visual, gangguan keseimbangan
dalam berjalan, gangguan bola maw karena kelumpuhan sarafnya
serta edema papil.
Tumor di daerah presentral bisa menimbulkan gejala kejang
fokal pada sisi kontralateral. Kelumpuhan motorik timbul bila
terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor terhadap jalur
kortikospinal.
Tumor di kelenjar hipofisis akan memberikan gejala sesuai
dengan sel kelenjar endokrin yang terkena. Adenoma eosinofil
pada anak akan menyebabkan pertumbuhan raksasa, sehingga
lebih besar dan tinggi dibanding anak seumurnya. Sedang pada
orang dewasa akan menyebabkan pembesaran tangan, kaki,
jari-jari, mandibula, penebalan kulit dan lidah (akromegali).
Adenoma basofil menyebabkan penimbunan lemak di daerah
wajah, bahu, abdomen disertai pengecilan alat genital (distrofia
adiposogenitalis). Adenoma khromofob menyebabkan bertambahnya
berat badan dan menurunnya libido.
Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan
menimbulkan gejala halusinasi pembauan dan pengecapan
(uncinate fits) disertai gerakan-gerakan bibir dan lidah (mengecapngecap).
Bila lesinya destruktif akan menimbulkan gangguan
pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total. Tumor di
lobus temporal bagian media bisa menimbulkan gejala "seperti
pernah mengalami kejadian semacam ini sebelumnya" (deja vu).
Bisa juga terjadi gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi
penderita berjalan kaki) tapi tidak sampai terjatuh. Gangguan
cmosi berupa rasa takut/panik bisa juga muncul. Berkurangnya
pendengaran bisa terjadi pada tumor yang mengenai korteks di
bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer dominan
bagian belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia
sensoris, yaitu kehilangan kemampuan memahami maksud
pembicaraan orang lain. Tumor yang berkembang lebih lanjut
akan melibatkan jalur kortikospinal sehingga menyebabkan
kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi
herniasi dan menekan batang otak sehingga menyebabkan
gangguan pada beberapa saraf kranial, misalnya terjadi dilatasi
pupil sesisi yang menetap atau menghilangkan reflek kornea.
Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan
gejala pelbagai bentuk gangguan sensoris. Lesi iritatif bisa
menimbulkan gejala parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti
terkena aliran listrik) di satu lokasi, yang kemudian bisa menyebar
ke lokasi lainnya. Lesi destruktif akan menyebabkan
hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang anestesi total.
Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis
(tak bisa mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) merupakan
bentuk-bentuk gejala yang sering timbul. Tumor yang
tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan gejala hiperestesi,
seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang
yang sebenarnya terjadi hanya ringan. Atau bisa juga mengenai
jalur optik (radiatio optica) sehingga timbul gangguan penglihatan
sebagian.
Tumor pada girus angularis kiri bisa menimbulkan gejala
yang disebut aleksia (kehilangan kemampuan memahami katakata
tertulis). Sedang pada yang kanan menyebabkan gejala
berupa gangguan dalam menyadari adanya sisi sebelah dari
tubuh.
Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal terutama
nyeri kepala. Gejala khas yang muncul yaitu defek lapangan
penglihatan sebagian. Lesi di hemisfer dominan bisa
menimbulkan gejala tidak mengenal benda yang dilihat (visual
object agnosia) dan kadang-kadang tidak mengenal warna
(agnosia warna), juga tidak mengenal wajah orang lain (prosopagnosia).
Tumor di daerah mesensefalon sering menekan jalur supra
nuklear dari nukleus n. III & IV sehingga menimbulkan gangguan
konyugasi bola mata. Juga terjadi dilatasi pupil sebelah mata
(anisokori) yang bereaksi negatif terhadap rangsang cahaya.
Tremor, nistagmus dan ataksia bisa terjadi bila jalur ke serebelum
ikut terlibat, dcmikian juga spastisitas anggota badan karena
terlibatnya jalur kortikospinal. Penekanan terhadap jalur aliran
likuor menimbulkan hidrosefalus sehingga nycri kepala kemudian
edema papil timbul.
Tumor di daerah pons dan medula oblongata biasanya
menimbulkan gejala fokal permulaan berupa paresis n. VI
unilateral sehingga bola mats tidak bisa melirik ke sisi lesi,
disertai diplopia (melihat dobel). Nycri kepala dan pusing
(vertigo) yang diperberat oleh rotasi kepala juga merupakan
gejala yang umum terjadi. Mengingat daerah ini merupakan
tempat beradanya Beberapa inti saraf kranial, maka akan
timbul pula beberapa gejala akibat disfungsi saraf kranial
tersebut. Hemiparesis alternans merupakan salah satu ciri lesi
di daerah ini.
Tumor di serebellum biasanya menyerang anak-anak.
Gejala yang menonjol pada fase awal berupa kenaikan tekanan
intrakranial akibat penekanan jalan likuor sehingga terjadi
hidrosefalus. Biasanya terjadi pula gangguan keseimbangan
penderita berdiri sambil menutup mata, penderita akan goyang
(test Romberg). Tumor serebelum di daerah lateral (hemisfer)
lebih menonjolkan gejala nistagmus yang nyata ke arah sisi
lesi, sedang bila tumor di daerah median tidak menunjukkan
nistagmus yang jelas. Juga ataksia lcbih menonjol pada anggota
badan sebelah sisi lesi.
PENUTUP
Dengan dikemukakannya berbagai gejala tumor otak diharapkan
setidak-tidaknya kita menjadi lebih waspada akan
kemungkinan adanya tumor di dalam otak. Untuk konfirmasi
diagnostik lebih lanjut tentu dibutuhkan berbagai alat bantu
diagnostik seperti EEG, CT Sean atau MRI.
Masih banyak gejala klinis tumor otak lain yang sangat
komplek, yang secara keseluruhan belum mungkin untuk dibicarakan
satu persatu dalam kesempatan ini. Beberapa bagian
lokasi otak di mana tumor otak bisa bersarang belum dibicarakan
gejala-gejalanya. Untuk lebih memperdalam gejala-gejala tumor
otak yang kompleks tersebut, dianjurkan untuk menelaah kembali
sumber-sumber kepustakaan yang ada.

KEPUSTAKAAN
1. Chusid JG. Correlative Ncuroanatomy and Functional Neurology 17th.ed.
California : Lange Med Publ, 1979.
2. De Jong RN. Neurologic Examination. 4th.cd. Hagerstown : I larper &
Row Pub], 1979.
3. Kennard C, Clifford RF. Physiological Aspects of Clinical Ncuro-
Ophthalmology, Year Book Medical Publisher, Inc., 1988.
4. Markam S. Neurologi Praktis. Jakarta : Kalman Book Service, 1975.
5. Merrit I1I1. A Textbook of Neurology. 6th.ed. Philadelphia : Lca &
Febigcr, 1979.
6. Walton SJ. Brain's Diseases of the Nervous System. 9th.ed. Oxford University
Press, 1985.
7. Referat co-assisten Dep. Neurologi RSPAD Gatot Socbroto.