Sabtu, 22 Februari 2014
TUJUAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu
proses yang panjang dan berlangsung terus menerus. Pendidikan juga memiliki
tujuan sebagai titik tolak dalam perjalanannya. Materi ini akan meneragkan
bagaimana batasan pendidikan menurut fungsinya, bagaimaan tujuan pendidikan,
termasuk jenis-jenis evaluasi pendidikan
A. PENGERTIAN DAN FUNGSI
PENDIDIKAN
Pendidikan, seperti sifat sasarannya
yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena
sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai
untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan tentang pendidikan yang
bebeda berdasarkan fungsinya.
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan
diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi
lainnya. Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari
generasi tua ke generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang
masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan
lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan
tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti
dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini tampak bahwa,proses pewarisan
budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru
mempunyai tugas kenyiapkan peserta didik untuk hari esok.
2. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai sutu kegiatan yang
sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta
didik. Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan
pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang belum dewasa, dan bagi
mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan
diri sendiri.
3. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan
sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar
menjadi warga negara yang baik.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan
sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk
bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan kerja pada calon luaran.
5. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan
tentang pendidikan nasional sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar
pada kebudayaan bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945
diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,
mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
B. MACAM-MACAM TUJUAN PENDIDIKAN.
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu
yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Didalam
praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di dalam rentangan
antara tujuan umum dan tujuan yang sangat khusus terdapat sejumlah tujuan
antara. Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani pencapaian tujuan umum dari
sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada 4
jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan antara , yaitu tujuan umum,
tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
·
Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila.
·
Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari
lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
·
Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata
pelajaran.
·
Tujuan instruksional , tujuan pokok bahasan dan sub pokok
bahasan disebut tujuan
instruksional, yaitu penguasaan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
C. Hasil Pendidikan dan Evaluasi
1.
Hasil Pendidikan
2.
Evaluasi
a.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi
adalah suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.
b.
Tujuan evaluasi
Menurut
Sudirman N., dkk.,(1991: 242) tujuan evaluasi adalah
- Mengambil keputusan
tentang hasil belajar
- Memahami anak didik
- Memperbaiki dan
mengembangkan program pengajaran.
c.
Fungsi evaluasi
Dilihat
dari segi anak didik secara individual, evaluasi berfungsi :
- Mengetahui tingkat
pencapaian anak didik dalam suatu prosese belajar mengajar
- Menetapkan keefektifan
pengajaran dan rencana kegiatan.
- Memberi basis laporan
kemajuan anak didik.
- Menghilangkan halangan –
halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek.
Dilihat dari segi program pengajaran,
evaluasi berfungsi :
- Memberi dasar pertimbangan
kenaikan dan promosi anak didik.
- Memberi dasar penyusunan
dan penempatan kelompok anak didik yang homogen.
- Diagnosis dan remedial
pekerjaan anak didik.
- Memberi dasar pembimbingan
dan penyuluhan.
- Dasar pemberian angka dan
rapor bagi kemajuan anak didik.
- Memotivasi belajar anak
didik.
- Mengidentifikasi dan
mengkaji kelainan anak didik.
- Menafsirkan kegiatan
sekolah ke dalam masyarakat.
- Mengadministrasi sekolah.
- Mengembangkan kurikulum.
- Mempersiapkan penelitian
pendidikan di sekolah.
d.
Jenis-jenis evaluasi
1.
Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai mempelajari
suatu unit pelajaran tertentu. Hal – hal yang oerlu diperhatikan dal;am
pemakaian evaluasi formati yaitu:
- Penilaian dilakukan pada
akhir setiap satuan pelajaran.
- Penilaian formatif
bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap
satuan pelajaran yang telah tercapai.
- Penilaian formatif
dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, ataupun cara
lainnya yang sesuai.
- Siswa dinilai berhasil
dalam penilaian formatif apabila mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya
75% dari tujuan yang ingin dicapai.
2.
Evaluasi Subsumatif/sumatif
Evaluasi
subsumatif adalah penilaian yang dilalsanakan setelah beberapa satuan pelajaran
diselesaikan, dilakukan pada perempat atau temfah semester. Sedangkan evaluasi
sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran atau suatu
program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi sumatif bermanfaat
untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran
dalam suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi sumatif :
- Siswa dinilai berhasil
dalam mata pelajaran tertentu selama satu semester apabila nilai rapor mata
pelajaran tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam).
- Penilaian sumatif
(subsumatif) dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner
ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah yakni kognitif,
afektif, dan psikomotor.
- Hasil penilaian sumatif
(subsumatif) dinyatakan dalam skala nilai 0 – 10.
3.
Evaluasi Kokurikuler
Kegiatan
kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran yang telah
dijatahkan dalam struktur program, berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan
rumah yang menjadi pasangan kegiatan intrakurikuler.
Kegiatan
intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah dengan penjatahan
waktu sesuai dengan struktur program.
Evaluasi
kokurikuler adalah kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal berikut:
- Penilaian kokurikuler
terutama dilakukan terhadap hasil kegiatan kokurikuler yang antar lain berupa:
kliping, lembar jawaban soal, laporan praktikum, karangan, kesimpulan atau
ringkasan dari buku.
- Penilaian kokurikuler
dilakukan setelah nsiswa selesai mengerjakan setiap tugas yang diberikan.
- Hasil penilaian
kokurikuler dinyatakan dalam skala 0 – 10
- Penilaian dapat dilakukan
perorangan
- Nilai kokurikuler
diperhitungkan untuknilai rapor.
4.
Evaluasi Ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran, yang dilkukan di sekolah
ataupun di luar sekolah. Kegiatan ini di maksudkan untuk memperluas pengetahuan
siswa, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran atau bidang
pengembangan, menyalurkan bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan
instruksional.
e. Jenis –
jenis Alat Evaluasi
1. Tes
·
Tes Tertulis
-
Tes bentuk uraian yaitu semua bentuk
tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian.
-
Tes Bentuk Objektif yaitu semua
bentuk tes yang mengfharuskan siswa memilih di antara kemungkinan – kemungkinan
jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat, atau mengisi jawaban
pada kolom titik-titik yang disediakan.
·
Tes Lisan (Oral tes
Tes lisan merupakan alat penilaian yang pelaksanaannya
dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung untuk mengetahui
kemampuan
Kemampuan berupa proses berfikir siswa dalam
memecahkan suatu masalah, mempertanggungjawbkan pendapat, penggunaan bahasa,
dan penguasaan materi pelajaran.
·
Tes perbuatan (Ferformance Test)
Tes perbuatan adalah tes yang diberikan dalam bentuk
tugas-tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau perbuatan (praktek pengalaman
lapangan, praktek lapangan kerja, praktek olah raga, praktek laboratorium,
praltek kesenian, dan lain-laIn). Untuk melaksanakan tes perbuatan diperlukan
dua jenis alat yaitu:
-
lembaran tugas (kerja) yang berisi
deskripsi mengenai instruksi (petunjuk) yang jelas sehingga siswa mengetahui
secara tepat apa yang harus dilakukan.
-
lembaran pengamatan yang digunakan
untuk menilai tingkah laku siswa selama proses pelaksanaan tugas sampai kepada
hasil yang dicapai.
2. Nontes
Ditinjau dari pelaksanaannya nontes berupa:
·
Wawancara, yaitu komunikasi langsung
antara yang mewawancarai dengan yang diwawancarai.
·
Pengamatan (observasi), pengamatan
lansung. Contohnya yaitu:
·
Studi kasus ialah mempelajari
individu dalam periode tertentu secar terus menerus untuk melihat perkembangannya.
·
Skala penilaian (rating scale),
merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun
dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala
tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).
Inventory
merupakan alat penilaian yang menggunakan daftar pertanyaan yang disertai
alternatif jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak punya pendapat(TPP),
tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Rohani HM. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Arby, Sutan Santi dan syahrun, Syahmar.
1991/1992. Dasar-Dasar Kependidikan.
Jakarta: Depdikbud
Arikunto, suharsimi. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Buchari Muchtar, 1980. Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan. Bandung: Jemmars.
Faisal Sanapiah & Hanafi Abdillah. 1983. Pendidikan Non-Formal. Surabaya. Usaha
Nasional
Mudyahardjo Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada
Nasution S. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta. PT Bumi Aksara
Purwanto,
Ngalim. 2006. Ilmu Mendidik Teoritis dan
Praktis. Jakarta: Remaja Rosda karya.
Sadulloh Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Sahabudding. 1985. Pendidikan Non-Formal Suatu Pengantar Ke Dalam Pemahaman Konsep Dan
Prinsip Pengembangan. Ujung Pandang. IKIP Ujung Pandang
Sudiyono, Anas, 1996. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Beajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syahrun,
Syahmiar. 1991. Dasar-dasar Kependidikan.
Jakarta: Depdikbud.
Tirtarahardja Umar & S. L. La Silo. 2005.
Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT
Rineka Cipta
FILSAFAT MATEMATIKA
Wilkins,
DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat beberapa definisi tentang matematika yang berbeda-beda. Ahli
logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas adalah
pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan penalarannya bersifat deduktif. Boole berpendapat bahwa itu
matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika
merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil
bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya
bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman. Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya
memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky
menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti
tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena
matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan matematika
konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan
bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang
tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam
matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama
yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk
menemukan konsep baru.
Hempel, CG,
2001, menegaskan kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa
matematika itu sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain
seperti astronomi, fisika, kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran
adalah lebih umum daripada apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi
yang telah diuji dan dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan
beberapa bagian yang paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian,
sejauh mana hukum-hukum matematika telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu
umat manusia begitu luar biasa bahwa kita telah dibenarkan olh teorema
matematika dalam bentuk kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG,
2001, lebih lanjut menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil
yang telah ditetapkan, seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan
bahwa himpunaniap istilah dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal
primitif, dan himpunaniap proposisi teori secara logis deducible dari postulat,
adalah sepenuhnya tepat. Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika
yang digunakan dalam pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa
prinsip-prinsip dapat dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif
atau dalil-dalil logika. Dengan menggabungkan analisis dari aspek sistem Peano,
Hempel menerima tesis dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari logika
karena semua konsep matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat
didefinisikan dalam empat konsep dari logika murni, dan semua teorema
matematika dapat disimpulkan dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip
logika. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa komponen penting dari matematika
mencakup konsep angka integer, pecahan, penambahan, perpecahan dan persamaan;
di mana penambahan dan pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika
dan konsep bilangan bulat dan pecahan adalah elemen dari konsep-konsep
matematika.
Bold, T.,
2004, lebih lanjut menunjukkan bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi
konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan
pikiran untuk mengetahui sifat abstrak dari dari obyek dan menggunakannya tanpa
kehadiran obyek. Karena kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia
percaya bahwa salah satu motif dari intuitionists untuk berpikir matematika
adalah produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga
adalah konsep infinity, sedangkan konsep tak terbatas didasarkan pada konsep
kemungkinan. Dengan demikian, konsep tak terbatas bukan kuantitas, tetapi
konsep yang bertumpu pada kemungkinan tak terbatas, yang merupakan karakter
dari kemungkinan. Berikutnya ia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan
abstraksi dan kemungkinan. Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan
rasional dan irasional sama sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep
pecahan sebagaimana selalu dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan
dengan konsep-konsep matematika, bilangan rasional sebagai n / p dan bilangan
irasional dengan p adalah bilangan bulat, hanya masalah cara berekspresi.
Perbedaan antara mereka adalah masalah dalam matematika untuk dijelaskan dengan
istilah matematika dan bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Peterson,
I., 1998, menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika
David Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan
suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari
dasar aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode
penalaran matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert
menegaskan bahwa suatu sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten,
yang berarti bahwa seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan
kebalikannya pada saat yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap,
artinya satu selalu dapat membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau
salah. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan
apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu,
diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang
tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan
melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan
untuk memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan
secara otomatis akan menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi
lain, ia menjelaskan bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal;
mengurangi hubungan matematis untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek
primitif hanya terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang
berisi apa-apa. Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah
diselidiki dapat diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan
hampir setiap bukti matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi
tidak ada di luar yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga
merupakan potensi dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas
tidak ada, karena itu, ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur
tak terbatas yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya memberikan
harapan paling baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka akan menjadi
landasan matematika yang kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika
harus langsung terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta
yang potensial tidak terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah
himpunan bilangan ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka. Obyek
didefinisikan dalam suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah
aksioma tak terhingga itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal
dapat diartikan sebagai suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di
mana program tersebut dapat menghasilkan semua nama-nama benda atau himpunan yang
didefinisikan dalam sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang
lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang terbatas, tidak
akan dihitung dari dalam sistem tersebut.
Peterson,
I., 1998, mencatat bahwa apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan
masalah jika kita cukup pintar dan bekerja cukup lama, dan matematikawan
Gregory J. Chaitin dan Thomas J. Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa ada
batas untuk apa matematika bisa dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel
(1906-1978) membuktikan bahwa tidak ada prosedur keputusan tersebut adalah
mungkin untuk setiap sistem logika yang terdiri dari aksioma dan proposisi
cukup canggih untuk mencakup jenis masalah matematika yang hebat yang bekerja
pada setiap hari; ia menunjukkan bahwa jika kita asumsikan bahwa sistem
matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan bahwa itu tidak lengkap. Peterson
mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak peduli apa sistem aksioma atau
aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan yang dapat tidak terbukti atau
tidak valid dalam sistem. Memang,
matematika penuh dengan pernyataan dugaan dan menunggu bukti dengan jaminan bahwa jawaban
tertentu telah pernah ada.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang lebih kompleks dari pada prosedur itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam domain matematika tertentu; kompleksitas versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah acak, tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk membuktikan fakta ini.
Selanjutnya,
Peterson, I., 1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan bahwa
ada jumlah tak terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat,
katakanlah, aritmatika yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika,
jadi tidak ada cara untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau
salah dengan menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis
sama dengan mengatakan bahwa struktur aritmatika adalah acak. Chaitin
menyimpulkan bahwa struktur matematika adalah fakta matematis yang analog
dengan hasil dari sebuah lemparan koin dan kita tidak pernah bisa benar-benar
membuktikan secara logis apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa dengan
cara yang sama bahwa tidak mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana
seorang individu yang terkena radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika
tak berdaya untuk menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat
membuat prediksi yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom,
ahli matematika mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang
sama; yang membuat matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG,
2001, berpendapat bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten,
bagaimanapun, mempunyai interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya,
sedangkan satu himpunan definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari
definienda dengan cara yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano
postulat yang diperoleh masih belum lengkap dalam arti bahwa tidak setiap
bilangan memiliki akar kuadrat, dan lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar
memiliki solusi dalam sistem; ini menunjukkan bahwa ekspansi lebih lanjut dari
sistem bilangan dengan pengenalan bilangan real dan akhirnya kompleks. Hempel
menyimpulkan bahwa pada dasar dari dalil operasi aritmatika dan aljabar
berbagai dapat didefinisikan untuk jumlah sistem baru, konsep fungsi, limit,
turunan dan integral dapat diperkenalkan, dan teorema berkaitan erat dengan
konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sehingga akhirnya sistem besar matematika
seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar yang sempit dari sistem Peano itu;
setiap konsep matematika dapat didefinisikan dengan menggunakan tiga unsur
primitif dari Peano, dan setiap proposisi matematika dapat disimpulkan dari
lima postulat yang diperkaya oleh definisi dari non-primitif tersebut, langkah
penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan cara tidak lebih dari
prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa theorems tentang bilangan real,
bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang biasanya tidak termasuk di antara yang
terakhir dan ini adalah aksioma yang disebut pilihan di mana ia menyatakan
bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, tidak ada yang kosong, ada setidaknya
satu himpunan yang memiliki tepat satu elemen yang sama dengan masing-masing
himpunan yang diberikan.
Hempel, CG,
2001, menyatakan bahwa berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi semua
matematika dapat diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang
luar biasa dan sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang
validitas. Menurut dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda,
sedangkan dalam sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan
untuk arti khusus untuk konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa jika karena
itu matematika adalah menjadi teori yang benar dari konsep-konsep matematika
dalam arti yang dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk menunjukkan bahwa
seluruh sistem adalah diturunkan dari Peano mendalilkan kecocokan definisi,
melainkan, kita harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya
benar ketika unsur primitif dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika
definisi di sini ditandai secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini
merupakan salah satu kasus di mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan
logika membuktikan bahwa definiens dari setiap satu dari mereka secara
eksklusif mengandung istilah dari bidang logika murni.
Hempel, CG,
2001, menyatakan bahwa sistem mandiri yang
stabil tentang prinsip dasar adalah ciri khas dari teori matematika; model
matematika dari beberapa proses alami atau perangkat teknis pada dasarnya
adalah sebuah model yang yang stabil tentang yang dapat diselidiki secara
independen dari "aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model
dan" asli "hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat
diselidiki oleh matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk
menyempurnakan model yaitu untuk mengubah definisi untuk mendapatkan kesamaan
lebih dengan "asli", mengarah ke model baru yang harus tetap stabil,
untuk memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika
adalah bagian dari ilmu kita yang bisa secara terus melakukannya jika kita
bangun. Hempel menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan ke
"aslian" sumbernya; akan tetapi terlihat bahwa beberapa model
dibangun dengan buruk, dalam arti korespondensi untuk "aslian" sumber
mereka, namun yang matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. Menurut
dia, sejak model matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi "
"keaslian" nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh
beberapa model baru tidak hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber
"asli", tetapi juga untuk percobaan belaka. Dengan cara ini orang
dapat memperoleh berbagai model dengan mudah yang tidak memiliki "sumber
asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang
tidak memiliki dan tidak dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.
Hempel, CG,
2001, mencatat bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari dua
bagian - premis dan kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal
tidak hanya dari himpunan aksioma, tetapi juga dari premis yang khusus untuk teorema
tertentu; dan premis ini bukan perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa
teori-teori matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan
demikian, di Kalkulus setelah konsep kontinuitas terhubung maka berikut
diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll dan semua
ini tidak bertentangan dengan tesis tentang karakter aksioma, prinsip dan
aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja" dengan menganggap teori-teori matematika
sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menjelaskan bahwa pada
pergantian abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap
dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika
Aristotelian tampak penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun
geometri Euclid juga tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan
bahwa konsepsi alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak
aplikasi. Dia menyatakan bahwa upaya-upaya serupa untuk berpikir ulang struktur
logika mulai akhir abad kesembilan belas di mana John Stuart Mill mencoba untuk
mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran manusia yang difokuskan
pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John
Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. Kemerling
summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil pendekatan yang
berbeda.
Ia
menjelaskan bahwa Logika adalah studi tentang kebenaran yang diperlukan dan metode
sistematis untuk mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menunjukkan
kebenaran tersebut; logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran
matematika, yakni, bahwa mereka secara logis diperlukan atau analitik.
Disarankan bahwa untuk memahami logika pertama-tama perlu untuk memahami
perbedaan penting antara proposisi kontingen, yang mungkin atau mungkin tidak
benar, dan proposisi perlu, yang tidak bisa salah; logika adalah bukti untuk
membangun, yang memberikan kita konfirmasi yang dapat diandalkan kebenaran
proposisi terbukti. Logika dapat didefinisikan sebagai bersangkutan dengan
metode untuk penalaran. Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang
tepat dan kebenaran logis adalah mereka dibuktikan dengan metode yang benar.
Kebenaran-kebenaran matematika karena itu kontingen, namun untuk logicism,
kebenaran matematika adalah sama dalam semua kemungkinan dunia, karena mereka
tidak tergantung pada keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi anggapan
bahwa himpunan yang dibutuhkan ada; sejak benar dalam himpunaniap dunia yang
mungkin, matematika harus logis diperlukan.
Shapiro,
S., 2000, bersikeras bahwa, logika adalah cabang kedua matematika dan cabang
filsafat; bahasa formal, sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek
matematika dan, dengan demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka
matematika sifat dan hubungan. Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang
penalaran yang benar, dan penalaran merupakan kegiatan, epistemis mental, dan
karena itu menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi filosofis aspek matematis
dari logika; bagaimana deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa
formal, berhubungan dengan penalaran yang benar, apa hasil matematika
dilaporkan di bawah ini ada hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa
filsuf menyatakan bahwa kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk
logis dan bahwa bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO
Quine menyatakan bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan
ilmiah dan metafisik yang serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah
bahwa struktur logis dalam bahasa diperintah harus transparan. Oleh karena itu,
bahasa formal adalah model matematika dari bahasa alami, sebuah bahasa formal
menampilkan fitur tertentu dari bahasa alam, atau idealisasi dari padanya,
sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan
bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka
model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa
model harus mengganti apa itu model.
Kemerling,
G. 2002, menjelaskan bahwa titik puncak dari pendekatan baru untuk logika
terletak pada kapasitasnya untuk menerangi sifat penalaran matematika,
sedangkan kaum idealis berusaha untuk mengungkapkan hubungan internal dari
realitas absolut dan pragmatis ditawarkan untuk memperhitungkan manusia
Permintaan sebagai pola longgar investigasi, ahli logika baru berharap untuk
menunjukkan bahwa hubungan paling signifikan antara dapat dipahami sebagai
murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa matematikawan seperti
Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini dimungkinkan untuk membangun
matematika tegas dengan alasan logis, sedangkan Giuseppe Peano telah
menunjukkan pada 1889 bahwa semua aritmatika dapat dikurangi ke sistem
aksiomatis dengan hati-hati dibatasi himpunan awal mendalilkan . Pada sisi
lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan mendalilkan dalam notasi
simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell dan Whitehead telah
menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913), dengan tiga volume besar
untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui definisi nomor bukti
bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa meskipun karya Gödel
dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini, signifikansi bagi pemahaman
kita tentang logika dan matematika tetap undimmed.
SEJARAH MATEMATIKA
Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika pada jaman Mesopotamia dan
Mesir Kuno, didasarkan pada banyak dokumen asli yang masih ada ditulis oleh
juru tulis. Meskipun dokumen-dokumen yang berupa artefak tidak terlalu banyak,
tetapi mereka dianggap mampu mengungkapkan matematika pada jamantersebut. Artefak matematika yang ditemukan menunjukkan
bahwa bangsa Mesopotamia telah memiliki banyak pengetahuan matematika yang luar
biasa, meskipun matematika mereka masih primitif dan belum disusun secara
deduktif seperti sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat dipelajari
dari artefak yang ditemukan yang kemudian disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit
pertama kalinya pada 1877), telah memberikan gambaran bagaimana matematika di
Mesir kuno telah berkembang pesat. Artefak-artefak berkaitan dengan matematika
yang ditemukan berkaitan dengan daerah-daerah kerajaan seperti kerajaan Sumeria
3000 SM, Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM),
Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 SM).
Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu
Thales dan Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang
Geometri, tetapi Pythagoraslah yang memulai melakukan atau membuat bukti-bukti
matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander Agung dari Yunani dan
sesudahnya, telah tercatat Karya monumental dari Euclides berupa karya buku
yang berjudul Element (unsur-unsur) yang merupakan buku Geometri pertama yang
disusun secara deduksi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke 16,
telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan
komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat.
Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan
matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun
usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh
muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin
diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri
dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah
satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi
panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang
yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara
sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras.
Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum
ditemukan oleh Pythagoras.
Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan sexagesimal yang
kemudian berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu
perbintangan. Para astronom pada jaman Babilonia telah berusaha untuk
memprediksi suatu kejadian dengan mengaitkan dengan fenomena perbintangan,
seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet (konjungsi, oposisi,
titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik
untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, diukur
relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut
menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di
Mesir Kuno disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia,
tetapi juga dipengaruhi oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang
lebar dan panjang yang menghidupi masyarakat Mesir dengan peradabannya.
Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul dikarenakan kegiatan survive bangsa
Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka,
misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, ladang atau sawah dipinggir sungai
Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang mengakibatkan tanah mereka
tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus inilah kemudian
muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-bentuknya.
Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang
Matematika.
Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang), metode
yang dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno telah sampai ke tangan
orang-orang Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan
geometris pendahulu Yunani, tetapi kemudian ia menggunakan metode dari
Mesopotamia dan mengadopsi gaya seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu
diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad pertengahan dan dari situ ke Eropa,
di mana itu tetap menonjol dalam matematika astronomi selama Renaissance dan
periode modern awal. Sampai hari ini tetap ada dalam penggunaan menit dan detik
untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek dari matematika Babilonia yang telah
sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan tidak
hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh kepercayaan
melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras yang sudal
dikenal sejak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum jaman Yunani,
mulai dibuktikan secara matematis oleh Pythagoras pada jaman Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM ,
yang dikenal sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari fungsi
praktis menjadi struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus
dari pemecahan masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum
dan perkembangan obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang
Yunani menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut
Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat
menemukan angka yang tertentu dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua
sisi-sisi segitiga tersebut.
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu
adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi
miringnya. Jika dipaksakan digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka
pada akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan
bulat melainkan bilangan irrasional.
Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental adalah adanya karya Euclides
tentang Geometri Aksiomatis. Sumber utama untuk merekonstruksi pra-Euclidean
buku karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur), di mana sebagian besar isinya masih relevan dan
digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I berkaitan
dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah dari
segitiga dan jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan yang
berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi
sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV berisi tentang poligon dalam lingkaran.
Sebagian besar isi dari Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, dan isi dari
Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga dapat dipahami bahwa buku
Elemen ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad sebelumnya. Buku V
menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yang tidak
memerlukan pembatasan untuk besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari
Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan
generalisasi dari teori kongruensi pada Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang oleh orang-orang
Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini mencakup
sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan
prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan
hasil khusus, seperti faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan
yang tidak terbatas jumlah bilangan prima, dan pembentukan "sempurna"
angka, yaitu angka-angka yang sama dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam
beberapa bentuk, Buku VII berasal dari Theaetetus dan Buku VIII dari Archytas. Buku
X menyajikan teori garis irasional dan berasal dari karya Theaetetus dan
Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII membuktikan theorems pada
rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan kerucut.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan
pemikiran para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi
oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan
Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; dan sebagai gantinya dia
mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah yang merupakan pusat
tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini kemudian
dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh
pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene Descartes,
David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.
Langganan:
Postingan (Atom)