Sabtu, 13 Agustus 2011

RUKUN ISLAM



1. Syahadat
Syahadat merupakan dasar terpenting untuk tegaknya totalitas Islam. Islam tidak
akan tegak kalau ruku-rukunnya tidak tegak, dan rukun yang empat selain syahadat tidak
akan tegak jika syahadat tidak ditegakkan secara sempurna. Bahkan tidak akan ada Islam
sebelum adanya syahadat.
Secara bahasa syahadat berasal dari kata dasar “sya-ha-da” yang berarti sumpah,
atau kesaksian atau jannji. Didalam Islam dikenal dua macam syahadat yakni syahadat
tauhid yang lafadznya adalah “ asyhadu Alla Ilaaha illa Allah” yang bermakna “saya
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah”.
Hal ini mengandung pengertian bahwa seorang muslim siap hanya menjadikan
Allah sebagai satu-satunya sembahan dalam kehidupannya. Dalam kalimat diatas terdapat
kalimat “ilaaha” yang sering diartikan sebagai tuhan atau sesembahan. Menurut Dr
Imaduddin Abdurrahim, dalam bukunya kuliah tauhid, ilah diartikan sebagai: segala
sesuatu yang mendominasi/menguasai kita dan kita dengan rela, sadar dikuasai oleh
sesuatu tersebut. Lebih lanjut ilah juga dipahami sebagai segala sesuatu yang
menenteramkan,yang diyakini dapat menolong,yang kita takuti ,cintai, harap, kita sandari
melebihi segala perasaan tersebut yang kita berikan kepada Allah.
Syahadat kedua disebut dengan syahadat Rasul dengan lafadz “ Asyhadu Anna
Muhammadarrasulullah” yang artinya” saya bersaksi bahwa Muhammad adalah
Nadi dan Rasul (utusan) Allah”. Hal ini mengandung pengertian kita siap mengikuti
dan menjadikan rasulullah Muhammad SAW, sebagi tauladan, contoh dalam sesmua sisi
kehidupan kita, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan risalah kenabian beliau.
Kedua sahadat (syahadatain) tersebut merupakan satukesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.dan merupakan syarat seseorang untuk masuk kedalam Islam. Untuk
Mewujudkan syahadatain ini bagi seseorang tidak cukup hanya dengan mengucapkannya.
Namun sebagaimana disampaikan oleh Sahabat Ali bin Abi thalib : Kalimat La Ilaha Illa
Allah belum dianggap sahadat belum memnuhi syarat berikut ; (1) diyakini didalam hati
dengan kesadaran tanpa paksaaan,(2) diucapkan dengan lisan, dan (3) diamalkan dengan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al Hujurat (49) ;14, terhadap pernyataan orang arab badui (dusun) yang baru masuk
islam.

2. Shalat
Secara umum Shalat dapat diartikan sebagai Do’a. Sedangkan secara syariat
bermakna ; Ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dilaksanakan
pada waktu tertentu, yang diawali dengan takbir bagi Allah dan diakhiri dengan memberi
salam. Shalat merupakan perintah yang pertama dalam risalah kenabian Rasululah SAW.
Shalat juga merupakan ibadah yang tidak tidak dapat tertandingi dengan ibadah yang
lain.Shalat merupakan tiang agama dan induk dari semua ibadah dan tidak dapat
tergantikan dalam kondisi apapun juga.. Bersabda Rasulullah SAW “ Pokok Urusan
adalah Islam, Sedangkan tiangnya adalah shalat sedangkan puncaknya dalah berjuang
dijalan Allah”.

Oleh Karena itu dapat dipahami bahwa shalat merupakan ibadah yang mempunai
banyak keistimewaan dibandingkan ibadah yang lain. Diantaranya adalah :
a. Ibadah yang diperintahkan untuk pertama kali
b. Ibadah yang perintahnya langsung dari Allah tanpa perantaraan malaikat jibril
c. Ibadah yang tidak dapat digantikan atau ditinggalkan dalam kondisi apapun
d. Sebagai induk dari semua ibadah (penentu diterimanya ibadah yang lain)
Macam-Macam Shalat
Dalam Islam secara Garis baesar ada dua macam shalat yaitu (1) shalat wajib
yang lima waktu yaitu : subuh, dzuhur, asar, maghrib, isya. (2) Shalat sunnah yang
jumlahnya sangat banyak. Pengertian shalat sunnah adalah Shalat yang bila dikerjakan
mendapat pahala dan kebaikan dari Allah dan bila tidak dikerjakan tidak mendapat Adzab
dari Allah. Bebera contoh shalat sunnah al :
a. Shalat sunnah rawatib f. shalat tahiyatul masjid
b. Shalat iedul Fitri g. Shalat gerhana
c. Shalat iedul Adha h. Shalat istisqo (minta hujan)
d. Shalat tahajud i. Shalat witir
e. Shalat taraweh

3. Puasa (As-siyam)
Secara bahasa puasa berarti menahan diri. Secara syar’I puasa berarti menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahri.
Banyak hikmah yang diperoleh dari puasa yang disyariatkan bagi umat Islam,
sebagaimna juga disyariatkan oleh Allah kepada umat-umat sebelum diutusnya rasululah
Muhammad SAW. berbagai hikmah puasa adalah umat Islam dilatih untuk dapat
mengendalikan berbagai keinginan terlebih lagi terhadap berbagai keinginan yang
dilarang oleh syariat agama. Didalam berpuasa seseorang dilarang melakukan hal-hal
yang diluar puasa adalah sesuatu yang dibolehkan pada siang hari seperti makan, minum,
hubungan suami istri dll. Selain itu puasa juga melatih seseorang untuk ikhlas, jujur,
bersabar, penanaman rasa kebersamaan serta penampakan penghambaan kepada Allah.
Didalam Islam secara garis besar dikenal dua macam puasa yaitu (1) puasa wajib
dan (2) Puasa sunnah. Puasa wajib didalam Islam pada dasarnya Cuma ada satu yaitu
Puasa pada Bulan Ramadhan selama satu Bulan. Namun dalam Kehidupan sehari-hari
kewajiban itu dapat bertambah karena sebeb-sebab tertentu, misalnya karena bernadzar.
Oleh Karena itu puasa wajib dalam islam al :
a. puasa di bulan Ramadhan
b. Pasa Nadzar
c. Puasa kafarah (denda)
Sesuai dengan jenis puasa wajib diatas, maka hal-hal yang membatalkan puasa juga
terbagi menjadi dua yaitu :
a. Hal-2 yang membatalkan puasa yang bila dilanggar hanya wajib menganti
sejumlah puasa yang ditinggalkan.
b. Hal-2 yang membatalkan puasa yang bila dilanggar tidak hanya menganti puasa
yang ditinggalkan, juga harus mengganti sejumlah puasa lainnya sebagai dennda.
Contoh : berhubungan suami istri disiang hari pada bulan ramadhan. Maka harus
mengganti puasa yang hari itu dan ditambah puas dua bulan berturut-turut.
Macam-macam puasa sunnah

Didalam ajaran Islam Banyak puasa yang dianjurkan untuk dikerjakan dalam
rangka pendekatan diri kwpada Allah diantaranya :
a. Puasa 6 hari dibulan syawal
b. Puasa Nabi Daud
c. Puasa Hari Senin dan Kamis
d. Puasa ayamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan qomariah)
e. Puasa Arofah di bulan Zulhijjah
f. Puasa Asysuro (Bulan Muharam)
Tata cara pelaksanaan antara puasa wajib dan puasa sunnah adalah sama saja dengan
syarat dan rukun yang sama pula.

Selain Puasa yang diwajibkan dan disunahkan, dalam islam juga disinggung
masalah puasa-puasa yang terlarang Misaalnya; puasa pada hari raya (tasyrik), puasa
wisal (bersambung) dan puasa yang dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada tuntunannya
didalam Syariat agama.

4. Zakat
Zakat merupakan ibadah yang mempunyai nuansa social sangat terasa
dibandingkan ibadah yang lain. Secara bahasa zakat artinya adalah : tumbuh, suci dan
berkah. Jiwa orang yang mengeluarkan zakat akan menjadi bersih dari sifat bakhil, kikir,
mementingkan diri sendiri dan sifat negative lainnya yang berkenaan denagan harta..
Sedangkan Zakat menurut terminology syariat Islam ialah suatu hak yang sifatnya wajib
dikeluarkan dari harta kekayaan tertentu dalam jumlah yabg telah ditetapkan, untuk
kelompok tertentu dan pada waktu yang tertentu pula. Zakat merupakan salah satu
kewajiban yang ditetapkan oleh Allah baik dengan dalil Al-Qur'an, hadits nabi maupun
ijma' (kesepakatan) para ulama. Kewajiban untuk mengeluarkan zakat sifatnya adalah
fardu 'Ain ( kewajiban atas tiap pribadi)
Zakat diwajibkan kepada setiap pribadi, baik laki-laki maupun perempuan yang
memiliki harta sampai ukuran tertentu yang telah ditetapkan syariat agama untuk
dikeluarkan zakatnya. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan zakat yang harus
dipahami al :
Nisab : ukuran tertentu dari harta yang harus dikeluarkan zakatnya. Misalnya zakat beras
adalah 652,8 kg beras.
Haul : Adalah cukup satu tahun kepemilikan harta yang harus dizakati
Tarif : Adalah besarnya zakat yang harus dikeluarkan misalnya zakat binatang ternak
adalah 2,5%.

Macam-Macam Zakat
Secara umum, zakat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu ; (1) zakat fitrah atau zakat atas
diri/jiwa yang dikenakan kepada setiap muslim, (2) Zakat maal atau zakat atas harta yang
dimiliki seseorang. Macam-macam zakat maal antara lain :
(a) zakat Emas dan perak, nisabnya adalah 85 gr dan tarifnya adalah 2,5%
(b) Zakat Pertanian Biji-bijian), Nisabnya 652,8 kg dan tarifnya 5% untuk yang diairi
dengan pengairan buatan dan 10 % yang diairi dengan air hujan.
(c) Zakat Perniagaan, tarifnya 2,5%
(d) Zakat profesi. Yang dinisbatkan kepada zakat pertanian, namu tarifnya
dinisbatkan kepada zakat emas
(e) Zakat barang tambang dan barang temuan
(f) Dll jenis harta yang wajib dizakati.
Berkenaan dengan masalah zakat ini benar-benar membutuhkan kejujuran yang
didasarkan pada iman yang kokoh. Oleh karena itu pada beberapa ayat Allah
menyebut zakat dengan sedekah, yang artinya adalah benar. Karena zakat merupakan
tanda kebenaran iman seseorang. Siapa yang imannya benar dan siapa yang imannya
dusta kepada Allah. Sehingga syarat orang yang akan mengeluarkan zakat (Muzaki)
adalah : Muslim, memiliki harta yang cukup dan tidak memiliki hutang yang
jatuh tempo.

Pendistribusian Zakat
Harta zakat yang telah dikeluarkan harus didistribusikan kepada orang-orang yang
berhak menerima zakat (mustahik). Kusus untuk zakat fitrah hanya dikeluarkan pada
bulan ramadhan dan harus didistrinusikan sampai habis. Golongan yang berhak
menerima zakat sebagai mana terdapat dalam Al-Qur'an surat At-Taubah: 60, al:
a. Fakir
b. Miskin
c. Amil Zakat (Panitia dan pengelola zakat)
d. Muallaf (Orang yang dibujuk atau dikikat hatinya dalam Islam)
e. Hamba Sahaya (budak)
f. Gharim (orang yang mempunyai hutang)
g. Fisabililah (orang yang berada di jalan Allah)
h. Ibnu Sabil (Orang yang sedang dalam perjalanan bukan untuk maksiat).

5. H A J I
Adalah mengunjungi baitullah (ka'bah di mekah) untuk mengerjakan ibadah
tawaf,sa'i, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi memenuhi perintah Allah Swt
dan mengharap keridlaannya. Haji merupakan rukun Islam ke-5 yang dalam
pemenuhannya membutuhkan syarat kesanggupan yang meliputi finansial, fisik dan
keamanan perjalanan yang akan dilalui. Kewajiban haji bagi umat Islam hanya satu kali
seumur hidup. Oleh karena itu penunaian ibadah haji untuk kedua kali dan seterusnya
hukumnya adalah sunah.
Syarat Penunaian Haji
Para ahli fiqih sepakat bahwa syarat untuk menunaikan haji adalah : (1) beragama
Islam, (2) baligh, (3) berakal, (4) merdeka dan (5)berkemampuan.(ada kesanggupan).
Dari syarat diatas dapat diketahui bahwa haji anak-anak (belum baligh) dan para budak
dinyatakan sah oleh para ulama tetapi belum menggugurkan kewajiban haji.
Dalam Islam juga dikenal adanya ibadah Umrah yang oleh sebagian orang
menyebut dengan haji kecil adalah berziarah ke baitullah ka'bah di mekah dan
melakukan aktivitas seperti ibadah haji diluar waktu yang ditetapkan , namun tanpa
wukuf diarafah..
Beberapa Istilah yang Berhubungan Dengan Haji
Miqat Zamani ; yaitu waktu sahnya dilaksanakannya amalan-amalan haji, yakni pada
bulan zulhijjah.
Miqat makani : yaitu tempat dimana seseorang memulai ihram dalam melaksanakan haji
atau umrah
Ihram : Mulai meniatkan untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah
Tawaf : Mengelilingi ka'bah sebanyak 7 kali dengan menempatkan ka'bah
disebelah kirinya dan dimulai dari sisi hajar aswad
Sa'i : Berlari-lari kecil sebanyak 7 kali pulang balik antara bukit shafa ke bukit
Marwa
Wukuf : Berkumpul dipadang Arafah, waktunya dimulai tengah hari tanggal 9
Dzulhijjah sampai terbit fajar pada tanggal 10 dzulhijjah.
Jumrah : Suatu tempat dimana jamaah haji melakukan kegiatan melempar batu
sebagai lambang perlawanan terhadap berbagai kemungkaran.


R U K U N I M A N
Rukun Iman merupakan syarat mutlak bagi kebenaran keimanan seorang muslim.
Bila ada kecacatan atau kekurangan dalam keyakinannya terhadap rukun Iman, maka
keimanannya tidak sah. Didalam islam dikenal ada 6 rukun Iman yaitu :
1. Iman kepada Allah
2. Iman Kepada Malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah
5. Iman Kepada Hari akhir (kiamat)
6. Iman K\kepada qoda dan qodar (ketentuan dan ketetapan Allah)
Makna Iman adalah keyakinan dalam hati yang mendalam, yang diucapkan
dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu keimanan kepada Allah dimaknai dengan keyakinan seorang muslim tentang
keberadaan Allah beserta seluruh sifat-sifatnya tanpa takwil atau dengan takwil yang
telah disepakati sebagian besar ulama. Semua keyakinan tersebut harus tercermin dalam
ucapan dan dalam perbuatan sehari-2. Sebagai contoh Allah dengan sifatnya "Al Ghoniy"
yakni Allah maha kaya. Implementasinya bagi seorang muslim adalah dia akan mencari
rejeki hanya dengn cara yang diridloi Allah.
Iman Kepada Malaikat mengandung pengertian bahwa Allah menciptakan
makhluq selain manusia yaitu malaikat dengan semua sifat dan tugastugasnya.
Keyakinan bahwa Allah menciptakan malaikat yang bertuga s mengawasi dan
mencatat seluruh amal manusia, akan melahirkan sikap hati-2, merasa diawasi dan sikap
lain yang menyebabkan kita waspada dengan semua perbuatan kita. Begitu pula dengan
Malaikat yang lain. Pemahaman yang benar terhadap sifat-2 malaikat akan
menghindarkan manusia dari cara pensikapan yang salah, seperti ada sebagaian manusia
yang mengagungkan malaikat tertentu bahkan sampai menyembahnya.
Iman kepada kitab Allah dimaksudkan dengan, bahwa setiap muslim meyakini
bahwa Allah menurunkan kitab suci kepada beberapa nabi tertentu dan syariatnya berlaku
bagi umat nabi tersebut. Seperti; Allah menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa AS,
Kitab Zabur kepada nabi Daud AS, Kitab Injil kepada nabi Isa As dan Alqur'an kepada
nabi Muhammad SAW. Setiap muslim wajib meyakini keberadaan kitab-kitab tersebut
dan meyakini kebenarannya yang diturunkan kepada nabi dan Rasul-Nya.
Iman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah, setiap muslim meyakini bahwa Allah
mengutus nabi dan Rasul kepada setiap kaum baik itu yang disebutkan namnya dalam
Alqur'an atau tidak dan mereka semua mengajarkan ajaran yang sama yakni semata-mata
untuk taat kepada Allah, menyembah Allah dan mengingkari selain Allah (taghut).
Iman kepada hari akhir (kiamat), mengandung pengertian bahwa setiap muslim
harus meyakini akan kedatnagan hari kiamat dan kajedian-kejadian sesudahnya. Bahwa
setelah kiamat manusia akan dibangkitkan, akan ada perhitungan amal dan akan ada
pembalasan dengan syurga atau neraka. Sebagai akibat dari keyakinan tersebut maka
seorang muslim hendaklah bersegera melakukan amal kebajikan dan senantiasa
melakukan muhasabah (menghitung-hitung) terhadap amal yang telah dilakukan.
Sehingga dia tidak hidup dengan gaya seolah-olah dia tidak akan mati dan
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Iman kepada qoda dan qodar, dimaksudkan dengan Allah telah menuliskan semua
ketentuan bagi makhluqnya. Namun ketentuan Allah bukan berarti menghendaki manusia
pasrah dengan kondisi yang ada tanpa harus berusaha. Karena semua ketentuan Allah
sifatnya adalah ghoib dan setiap kita diperintahkan untuk berusaha mewujudkannya.
Yang perlu diingat bahwa Allah tidak pernah menghendaki keburukan bagi setiap
hambanya namun manusialah yang membangun kecenderungan itu.


AKHLAQ
Rasulullah SAW menyatakan bahwa" Aku diutus untuk menyempunakan Akhlaq
manusia". Ungkapan ini menggambarkan betapa Islam saangat memperhatikan dan
sangat menekakankan persolan akhlaq dalam kehidupan setiap manusia. Secara Umum
Islam mebagi akhlaq menjadi : Akhlaq kepada Allah, Akhlaq kepada Rasulullah, Akhlaq
kepada sesama manusia ( tetangga, muslim, non muslim) dan akhlaq kepada alam sekitar
(semua makhluq hidup baik hewan maupun tumbuhan). Uraian tentang akhlaq secara luas
akan dibahas pada semester berikutnya.
HUKUM ISLAM (Syariat)
Yang dimaksud dengan hukum Islam disini adalah semua ketentuan /aturan yang
ada dalam Islam. Para ulama fiqih dalam menetapkan hukum merujuk kepada sumber
hukum yang utama yakni Alqur'an dan sunnah (al hadist) dan bila tidak dijumpai dalam
keduanya secara eksplisit maka para ulama merujuk kepada Ijma', fatwa sahabat, qiyas,
istihsan, Urf, Masalih Mursalah, Dzari'ah, Istihhab dan syari'at umat terdahulu sebagai
rujukan tambahan. Kita akan uraikan satu persatu setiap rujukan yang ada.
Pembagian Hukum
Menurut jumhur ulama, hukum taklifi terbagi menjadi lima yaitu wajib, mandub/sunnah,
haram, makruh dan mubah (boleh). Menurut madzhab Hanafi, hukum taklifi terbagi menjadi 7
(tujuh) yaitu : fardu, wajib, mandub, makruh tahrim, makruh tanzih, haram dan mubah.
W a j i b
Menurut pendapat jumhur, hukum wajib itu identik dengan fardhu. Wajib adalah suatu
perintah yang harus dikerjakan, dimana orang yang meninggalkannya berdosa.
MANDUB (SUNNAH)
Adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Syari' (Allah) untuk dikerjakan, atau suatu
perintah yang apabila dilaksanakan akan diberikan pahala, sedangkan bila ditinggalkan tidak akan
disiksa. Istilah lain dari mandub adalah nafilah, sunnah, tathawwu', mustahab dan ihsan. Mandub
mempunyai beberapa tingkatan yaitu :
a. Sunnah Mu'akkadah, yaitu sunnah yang dijalankan oleh Rasulullah Saw secara kontinyu,
tetapi beliau menjelaskan bahwa hal tersebut bukan fardhu. Contohnya adalah shalat
witir, shalat dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat setelah
maghrib dan dua rakaat setelah isya'. Menurut sebagian ulama, orang yang meninggalkan
amalan sunnah muakaddah adalah tercela walaupun tidak disiksa. Menurut jumhurul
fuqaha' termasuk sunnah muakkadah adalah menikah bagi yang sudah mampu dan
normal dan membaca surat atau ayat setelah membaca alfatihah didalam shalat.
b. Sunnah ghairu muakkaddah; yaitu sunnah yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah secara
kontinyu, seperti shalat empat rakaat sebelum dzuhur, empat rakaat sebelum ashar, empat
rakaat sebelum isya', sedekah yang tidak fardhu.
c. Sunnah yang tingkatannya di bawah dua tingkatan yang diatas. Yaitu sunnah yang
mengikuti adat kebiasaan rasulullah yang tidak ada hubungannya tugas tabligh atau
penjelasan hukum syara'. Seperti cara berpakaian, cara makan, memelihara jenggot,
memotong/menggunting kumis dll.
Berkaitan dengan masalah ibadah sunnah, imam asy-Syatibi dalam kitabnya al-Muwaqat
mengatakan : (1) Setiap ibadah sunnah yang datang dari Rasulullah Saw adalah bersifat
membantu, menjaga atau menjadi perantara bagi kontinuitas ibadah fardhu. (2) meskipun ibadah
sunnah tidak ditekankan secara juz'i (individu), tetapi secara umum ibadah sunnah tersebut sangat
ditekankan. Baik sunnah muakkadah maupun ghairu muakkadah boleh oleh seseorang sewaktuwaktu
tidak dikerjakan tetapi tidak boleh ditinggalkan samasekali dalam sebuah
komunitas/masyarakat.
HARAM
Haram adalah larangan Allah Swt yang pasti terhadap sesuatu perbuatan, baik ditetapkan
dengan dalil yang qath'i maupun dalil dzanni. Keterangan tersebut merupakan pendapat jumhur
yang tidak membedakan dalil-dalil haram di tinjau dari segi hukum haram itu sendiri, seperti
hukum haram yang didasarkan pada hadits ahad dan mutawatir dan tidak masyhur. Karen
amenurut pendapat jumhur, dalil dzanni dapat dijadikan argumentasi dalam amal perbuatan, tetapi
tidak adalam i'tiqad (keyakinan).
Dasar yang dijadikan landasan hukum haram adalah karena adanya bahaya yang tidak
diragukan lagi. Atas dasar tersebut hukum haram terbagi menjadi 2 (dua) :
1. Haram li-dzatih: yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena bahaya tersebut
terdapat dalam perbuatan itu sendiri. Seperti makan bangkai, minum khamer, berzina,
mencuri yang bahayanya berhubungan langsung dengan lima hal yang harus dijaga ( ad-
Dharuriyat al-Khams), yakni badan, keturunan, harta benda, akal dan agama. Hal-hal
yang bisa membatalkan keharamannya harus berhubungan langsung dengan tidak akan
terjaganya salah satu dari kelima hal tersebut.
2. Haram li-ghairihi/'aridhi. Yaitu perbuatan yang dilarang oleh syara', dimana adanya
larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi dapat menimbulkan
haram li-dzatih. Seperti melihat aurat lawan jenis, meminjamkan uang dengan riba,
poligami dengan wanita yang ada hubungan mahram dengan istri
Perbedaan antara haram li-dzatih dan haram li-ghairihi terdapat dalam dua hal;
1. Haram li-dzatih bila menyangkut akad maka dapat membatalkan akad tersebut. Seperti
akad memperjualbelikan bangkai, khamer, babi, maka akad jual beli tersebut batal.
Begitu pula akad nikah dengan wanita yang ada hubungan mahram maka akadnya batal..
Sedangkan akad jual beli tepat saat adzan jumat tidak batal tetapi pelakunya berdosa.
2. Haram li-dzatih tidak diperbolehkan sama sekali kecuali dalam keadaan dharurat
(terpaksa). Seperti orang yang tersumbat tenggorokannya oleh makanan dan bila tidak
minum ia akan mati sedangkan yang ada didekatnya adalah khamer, maka meminum
khamer terpaksa dioerbolehkan. Sedangkan haram li-ghairih tidak harus sampai pada
kondisi dharurat untuk melanggarnya, seperti melihat aurat pasien bagi dokter, bila
pengobatan tersebut mengharuskan melihat aurat se paasien.
MAKRUH
Menurut pendapat jumhur fuqaha', makruh adalah suatu larangan syara' terhadap suatu
perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti, tidak dijumpai dalil yang menunjukkan
keharaman perbuatan tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Sesungguhnya Allah Swt benci terhadap berita-berita yang tidak jelas, banyak bertanya(tanpa
realisasi dalam amal perbuatan) dan menyia-nyiakan harta benda".
Juga firman Allah Swt dalam Q.S : 5 : 101 :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di
waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan
(kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun."
MUBAH
Mubah merupakan suatu hukum, dimana Allah Swt memberi kebebasan kepada orang
mukallaf untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan. Atau suatu pekerjaan/perbuatan
yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama-sama tidak mendapat pujian. Dalam istilah lain
mubah sama dengan jaiz dan halal
Hukum mubah ditetapkan karena ada salah satu dari tiga hal:
1. Tidak berdosa bagi orang yang mengerjakan perbuatan yang semula diharamkan, dengan
ada qarinah( tanda-2) atas diperbolehkannya perbuatan tersebut, seperti ; "
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S.
2:173).
2. Tidak ada nash (dalil) yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut contohnya
mendengarkan radio, tv dll
3. Ada nash (dalil) atas halalnya perbuatan tersebut seperti makan makanan halal seperti :
"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orangorang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula)
bagi mereka." (Q.S. 5:5)
Rukhshah dan 'Azimah
Pada bagian ini akan dibahas tentang perubahan suatu hukum dari haram menjadi mubah
(diperbolehkan) atau dari hukum wajib kepada jaiz (boleh ditinggalkan). Hal ini dikareana situasi
yang dihadapi seorang mukallaf selalu berubah-ubah. Kadang ia menghadapi kondisi sulit yang
tidak memungkinkan ia menerapkan huukum sesuai hukum aslinya.
Sebagian ulama memberikan definisdi terhadap rukhshah dan 'azimah sebagai berikut :
'Azimah adalah hukum yang mula-mula harus dikerjakan lantaran tidak ada sesuatu yang
menghalanginya.
Rukhshah adalah suatu hukum yang dikerjakan lantaran ada suatu sebab yang memperbolehkan
untuk meningggalkan hukum asli.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa 'zimah adalah hukum asal/asli yang manusia
mukallaf diperintahkan untuk melaksanakannya, sedangkan rukhshah bukan merupakan hukum
asal, bahkan merupakan hukum baru diukarena penghalang untuk melaksanakannya
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan adanya rukhsah adalah antara lain ;
1. Darurat, seperti seorang yang sangat lapar dan dikuatirkan akan mengakibatkan
kematian. Sementara itu ia tidak mempunyai (menjumpai) makanan kecuali bangkai,
maka ia diperbolehkan, bahkan diwajibkan makan bangkai tersebut
2. Untuk menghilangkan kesempitan dan masyaqqat (keberatan) seperti
diperbolehkannya seorang dokter melihat aurat pasien untuk melakukan pengobatan
Dasar Pengambilan Hukum Islam

I. Al Qur'an
Pengertian Al Quran adalah Firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan bahasa arab, yang turun dengan mutawatir, yang membacanya
bernilai ibadah, bernilai mukjizat.
Berkenaan dengan AlQur'an ulama sepakat bahwa sesuai dengan definisi diatas, dimana
tersusun sebanyak 114 surat, 30 juz dan diawali dengan surat al Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Nas.

II. Al Hadits/Sunnah
Khusus untuk hadits kita akan membahasnya agak panjang karena ia merupakan rujukan
utama setelah AlQuran yang banyak memuat ketentuan yang perlu dipahami secara sekasama.
1. Pengertian Al Hadits
Para muhaditsin( ulama ahli hadits) berbeda pendapat dalam memberikan ta'rif terhadap
hadits. Perbedaan tersebut bersumber pada luas dan terbatasnya objek peninjauan mereka masingmasing.
Dari perbedaan ini maka ta'rif hadits terbagi menjadi dua yaitu; ta'rif terbatas dan ta'rif
luas.
a. Ta'rif Hadist yang terbatas (disampaikan oleh jumhurul Muhaditsin):
Segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad S.a.w. baik berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
Dari pengertian diatas, mengandung empat unsur yaitu perkataan, perbuatan, pernyataan dan
sifat lainnya yang disandarkan kepada nabi s.a.w. tidak termasuk apa yang disandarkan kepada
sahabat dan tabi'in. Pemberitan terhadp hal-hal tersebut yang disandarkan Nabi S.a.w. disebut
berita yang marfu', yang disandarkan kepada sahabat disebut mauquf dan yang disandarkan
kepada tabi'in disebut maqthu'
a. Perkataan
Adalah segala perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang seperti
hukaum (syari'at), akhlaq, aqidah, pendidikan dll. Contoh perkataan Nabi dalam bidang syari'at "
Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu denganniat, dan badi setiap orang memperoleh apa
yang diniatkannya..." (HR. Bukhary-Muslim)
Contoh usapan Nabi dalam bidang pendidikan " Termasuk masalah yang dapat menyempurnakan
ke_Islaman seseorang adalah kerelaannya meninggalkan apa-apa yang tak berguna" (HR.
Bukhari)
b. Perbuatan
Merupakan penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari'at yang belum jelas cara
pelaksanaannya. Contoh cara beliau mengerjakan sholat sunah " Konon Raasulullah s.a.w.
bersembahyang di atas kendaraanya (dengan menghadap kiblat) menurut kendaraan itu
menghadap. Apabila beliau hendak sembahyang fardlu, beliau turun sebentar, kemudian
menghadap kiblat".(HR. Bukhary)
Namun ada perbuatan yang memang dikhususkan bagi Rasulullah yang tidak termasuk kedalam
nash yang harus ditaati dan diikuti, misalnya:
1. Dispensasi bagi beliau untuk boleh menikah lebih dari empat dan menikah tanpa
maskawin (QS.33;50)
2. Sebagian tindakan beliau yang berdasarkan suatu kebijaksanaan semata-mata yang
bertalian dengan soal-soal keduniaan seperti perdaganngan, pertanian, mengatur taktik
perang.
3. Perbuatan beliau pribadi sebagai manusia, seperti makan, minum, berpakain dll. Namun
bila perbuatan tersebut memberi petunjuk tentang tatacara makan, minum, berpakaian
maka menurut para Muhaditsin merupakan sunnah
c. Taqrir
Adalah sikap beliau mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa
yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh sahabat didepan beliau.
Contoh : Sikap beliau membiarkan sahabat Khalid bin Walid makan daging biawak, sikap beliau
membiarkan para wanita keluar ke majid untuk menghadiri majelis-majelis ilmu. Namun taqrir
ini membutuhkan syarat bahwa hal-hal tersebut dilakukan dihadapan rasulullah, bukan dilakukan
oleh orang yang suka maksiat (munafiq dan kafir). Karena rasul biasa membiarkan perbuatan
orang munafiq karena banyak petunjuk yang sudah jelas tapi tidak memberikan manfaat bagi
orang tersebut.
d. Sifat-sifat, keadaan dan himmah (hasrat) Rasulullah s.a.w.
Yang termasuk bagian ini adalah sifat-sifat yang digambarkan oleh para sahabat tentang
fisik rasulullah, sisilsilah, tahun kelahiran dan hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9
'Asyura. Menurut imam Syafi'i dan rekan-rekannya, bahwa menjalankan himmah adalah sunnah
karena ia bagian dari sunnah yaitu sunnah hammiyah. Namun menurut pendapat As-Syaukani
himmah bukan merupakan sunnah.
Dari uraian diatas, maka menurut jumhurul Muahditsin, hadits(sunnah) terbagi menjadi
sunnahh qauliyah, sunnah fi'liyah, sunnah taqririyah dan sunnah hammiyah
b. Ta'rif hadits yang luas
Yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan hadits yang tidak hanya disandarkan pada
rasulullah s.a.w. tapi juga perkataan dan perbuatan dan taqrir yang disandarkan pada sahabat dan
tabi'in.

Istilah Untuk Hadits
Kebanyakan para Muhaditsin, baik yang salaf maupun yang khalaf berpendapat bahwa
Al-hadits, Al-khabar, Al-atsar dan Sunnah merupakan muradif (sinonim). Walaupun ada
sebagaian ulama yang membedakannya namun perbedaan tersebut tidak prinsipil. Misalnya ada
yang berpendapat bahwa hadits itu hanya terbatas apa yang datang dari Nabi saw, sedang khabar
berasal dari selainnya. Adapula yang berpendapat setiap hadits adalah khabar sedang tidak semua
khabar termasuk hadits. Pendapat yang lain mengatakan atsar adalah yang datang dari sahabat,
tabi'in dan seterusnya senhingga atsar lebih bersifat umum bila dibanding hadits dan khabar.
2. Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Untuk menerima hdits dari Nabi s.a.w. unsur-unsur yang tidak dapat ditinggalkan adalah
pemberita (rawy), materi berita (matan) dan sandaran beraita (sanad).
1. Rawy
Pengertian Rawy
Rawy adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab, apa-apa
yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya). Bentuk jamak dari rawy adalah
ruwah
1. Contoh : "Dari ummul mu'minin 'Aisyah r.. katanya: Rasulullah saw telah bersabda
"barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang bukan termasuk dalam urusan
(agama)ku, maka ia tertolak." (HR. Bukhary-Muslim). Dalam contoh tersebut 'Aisyah
merupakan rawy pertama sedangkan Bukhary dan Muslim merupakan rawy terakhir.
2. Matnul Hadits (Matan hadits)
Yaitu pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diberikan oleh sanad terakhir., baik
pembicaraan itu sabda rasulullah s.a.w. sahabat atau tabi'in. Contoh perkataan sahabat Anas bin
malik r.a.
"Kami bersembahyang bersama rasulullah s.a.w. pada waktu udara sangat panas. Apabila
salahseorang dari kami tak sanggup menekankan dahinya ke tanah, maka ia bentangkan
pakainnya, lantas sujud diatasnya".
Perkataan sahabat diatas yang tidak disanggah Rasulullah s.a.w. dari "Kunna" sampai
"fasajada'alaihi" disebut matnu'l hadits.
3. Sanad
1. Pengertian sanad
Sanad atau thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada
Rasulullah s.a.w. seperti kata Al-Bukhary:
'Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin al-Mutsanna, ujarnya: 'Abdul-Wahab ats-
Tsaqqfy telah mengabarkan kepadaku, ujarnya;"telah bercerita kepadaku Ayub atas
pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Muhammad s.a.w. sabdanya:" tiga perkara, yang
barangsiapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman, yakni (1) Allah dan Rasul-
Nya hendaknya lebih dincintai daripada selainnya, (2) Kecintaannya kepada seseorang
melainkan semata karena Allah dan (3) keengganannya kembali kepada kekufuran , seperti
keengganannya dicampakkan ke neraka".
Dari hadits diatas maka dapat diurutkan Bukhary sebagai sanad pertama dan sahat Anas r.a
sebagai sanad terakhir. Atau sebaliknya Sahabat Anas r.a. sebagai rawy pertama dan Bukhary
sebagai rawy terakhir.
1 6 sanad
Bukhary – Al-Mutsanna – Abdul Wahab – Ayub – Abi Qilabah – Anas r.a.
Rawy 6 1
Dalam Ilmu hadits, sanad merupakan neraca untuk menimbang sahih atau dla'ifnya suatu
hadits. Jika ada seseorang dalam rangkaian sanad tersebut ada yang fasik atau tertuduh dusta,
maka hadits tersebut menjadi dla'if, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan
hukum.

KLASIFIKASI HADITS KEDALAM SAHIH, HASAN DAN DLA'IF
Berbeda dengan hadits mutawatir yang memberikan faedah "yaqin bi'l-qath'i" (yakin
dengan pasti/sebaik-baiknya), hadits ahad memberikan faedah 'dhanny" (prasangka yang kuat
akan kebenarannya). Oleh karena itu membetuhkan dan mengharuskan kita untuk mengedakan
penyelidikan dan pemeriksaan yang seksama mengenai identitas (kelakuan dan keadaan) para
rawinya sehingga hadits tersebug dapat ditentukan untuk diterima sebagai hujjah atau ditolak.
Dari segi tersebut, hadits ahad terbagi menjadi tiga yaitu;:Hadits shahih, hasan dan dla'if.
A. Hadits Shahih
Yang dimaksud dengan hadits shahih adalah hadits yang dinukil oleh rawy yang adil,
sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber'illat dan tidak janggal. Dari
definisi tersebut maka dapat ditentukan syarat-syarat untuk menentukan suatu hadits shahih
yaitu : (1) rawi-nya bersikap adil, (2) Sempurna/bagus ingatannya, (3) Sanadnya tiada terputus,
(4) hadits tersebut tidak ber'illat, dan (5) tiada kejanggalan. Menurut Ibnu'sh-Shalah, bahwa
syarat hadits sahih tersebut sudah disepakati oleh para Muhaditsin.
Menurut jumhuru'l-Muhaditsin, bahwa suatu hadits dinilai shahih bukanlah karena
tergantung pada banyaknya sanad. Suatu hadits dinilai shahih cukup kiranya kalau sanadnya atau
matanya sahih, walaupun perawinya hanya satu orang saja setiap thabaqahnya. Hadits shahih
terbagi menjadi dua yaitu; shahih li-dzatih dan sahih li-ghairih. Hadits shahih li-dzatih adalah
hadits yang mememnuhi kelima syarat diatas, sedangkan hadits shahih li-ghairih adalah Hadits
yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan kurang dlabith, tetapi mereka msih terkenal
sebagai orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalau didapati padanya dari jalan
lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangannya. Apabila
kedlabithan siperawi kurang sempurna dan tidak dijumpai riwayat lain yang dapat menguatkan,
maka turun derajatnya menjadi hadits hasan li-dzatih.
2.Martabat Hadits Shahih
Setiap hsdits shahih mempunyai derajat yang berbeda-beda tergantung kedlabithan dan
keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadits yang bersanad
ashahhu'l-asanid, kemudian berturut-turut :
a. Hadits yang muttafaq-'alaihi atau muttafaq-'ala shihhatihi, yaitu hadits sahih yang
disepakati oleh kedua imam hadits Bukhary dan Muslim tentang sanadnya
b. Hadits yang hanya diriwayatkan/ditakhrij oleh imam Bukhary sendiri sedang imam
Muslim tidak meriwayatkan. (infarada bihi'l-Bukhary)
c. Hadits yang hanya diriwayatkan/ditakhrij oleh imam Muslim sendiri sedang imam
Bukhary tidak meriwayatkan.(infarada bihi'i-Muslim)
d. Hadits sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhary dan Muslim (shahihun
'ala syartha'i'l Bukhary wa Muslim). Pengertian menurut syarat Bukhary dan Muslim
adalah para rawy dalam hadits tersebut terdapat dalam kitab Bukhary dan Muslim.
e. Hadits sahih menurut syarat Bukhary, namun beliau sendiri tidak mentakhrijkannya
(sahihun 'ala syarthi'l Bukhary)
f. Hadits sahih menurut syarat Muslim, namun beliau sendiri tidak mentakhrijkannya
(sahihun 'ala syarthi'l Muslim)
g. Hadits sahih yang tidak menurut salah satu syarat dari imam Bukhary dan muslim.
Biasanya hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam kenamaan seperti sahih Ibnu
Khuzaimah, sahih Ibnu Hibban, sahih Al-Hakim.
B. HADITS HASAN
Para Ulama hadits berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang
hadits hasan. Perbedaan dalam pengertian sudah barang tentu memberikan efek yang
berlainan pula. Imam Turmudzy memberikan pengertian: " adalah hadits yang pada
sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada
matannya, dan hadits tersebut diriwayatkan dari banyak jalan dengan makna yang
sepadan" Definisi yang diberikan imam Turmudzy tersebut masih rancu dengan definisi
hadits sahih atau hadits gharib yang bernilai hasan.
Jumhurul muhaditsin memberikan definisi yang lebih spesifik yakni:"hadits yang
dinukilkan oleh seorang yang adil, (tapi) tak begitu kokoh ingatannya, bersambungsambung
sanadnya dan tidak terdapat 'illat serta kejanggalan pada matannya". Dari
definisi diatas nampak jelas perbedaan antara hadits sahih, hasan dan dla'if, dan semua
hadits ahad dapat masuk kategori hadits hasan bila telah memenuhi syarat-syaratnya.
Telah disinggung dimuka bahwa berbedaan antara hadits hasan dan sahih lebih dilihat
pada kekuatan para rawinya.
KLASIFIKASI HADITS HASAN
Hadits hasan terbagi menjadi dua yakni, hadits hasan lidzatih dan hadits hasan
lighairih. Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan yang memenuhi segala persyaratan
sebagai hadits hasan. Sedangkan hadits hasan lighairih adalah "hadits yang sanadnya
tidak sepi dari seorang mastur – tidak nyata keahliannya-, bukan pelupa yang banyak
salahnya, tidak nampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan haditsnya
adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan sema'na dari segi yang lain".
Menurut pengertian diatas, hadits hasan lighairih ialah hadits dla'if, yang bukan
karena rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi; atau
sahid. Hadits dlai'if yang karena yang karena rawinya buruk hafalannya (su-u'lhifdhi),
tidak dikenal identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat), dapat naik
menjadi hadits hasan lighairih karena dibantu oleh hadits-2 lain yang semisal dan sema'na
atau karena banyak yang meriwayatkannya.
Tetapi hadits dla'if yang disebabkan karena rawinya orang fasik, atau orang yang
tertuduh dusta, menurut kebanyak muhaditsin, tidak dapat naik menjadi hadits hasan
lighairih samasekali walau sanadnya banyak dan didukung oleh hadits dla'if lainj yang
kedla'ifannya karena rawinya fasik atau tertuduh dusta juga.
MARTABAT HADITS HASAN
Berdasarkan uraian yang telah ada maka martabat hadits hasan ditentukan oleh
kedlabitan para perawinya. Oleh karena hadits hasan dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu hadits hasan yang bersanat ahsanu'l-asanid, kemudian martabat berikutnya hadits
hasan lidzatih dan yang paling rendah adalah hadits hasan lighairih.
KEDUDUKAN HADITS SAHIH DAN HASAN DALAM BERHUJJAH
Kebanyak para ahli ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan hadits sahih dan
hasan sebagai hujjah. Namun ada ulama yang mensyaratkan menggunakan hadits hasan
dengan syarat memenuhi sifat yang dapat diterima (maqbul).
Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima disebut hadits maqbul , dan
hadits yang mempunyai sifat tidak dapat diterima disebut hadits mardud.Yang termasuk
hadits maqbul adalah : hadits sahih lidzatih dan sahih lighairih serta hadits hasan lidzatih
dan hasan lighairih.. Yang termasuk hadits mardud adalah; segala macam hadits dla'if.
Menurut sifatnya hadits maqbul dapat diterima sebagai hujah dan dapat diamalkan.
Hadits maqbul yang demikian disebut hadits maqbul-ma'mulun bih. Sedangkan hadits
maqbul yang tidak dapat diamalkan disebut hadits maqbul ghairu ma'mulin bih.
Hadits Maqbul yg Ma'mulun bih
1. Hadits Muhkam. Yakni hadits-2 yang tidak mempunyai saingan dengan hadits
lain, yang dapat mempengaruhi artinya. Atau tidak ada hadits lain yang
melawannya. Dikatakan sebagai muhkam (dapat dipakai berhukum) lantaran
dapat diamalkan secara pasti.
2. Hadits Mukhtalif (berlawanan) yang dapat dijama'kan(dikompromikan). Kedua
hadits tersebut diamalkan keduaduanya.
3. Hadits rajih.Yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua hadits yang
berlawanan artinya.
4. Hadits nasih. Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan
ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits terdahulu.
Hadits Maqbul yang Ghairu Ma'mulin bih
1. Hadits muatasyabih. Yaitu hadits yang sukar difahami maksudnya lantaran tidak
diketahui ta'wilnya. Ketentuan hadits ini adalah harus diimani adanya, tetapi tidak
boleh diamalkan.
2. Hdits Mutawaqqaf fihi. Yakni dua buah hadits yang maqbul yang saling
berlawanan dan tidak dapat dikompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua
hadits tersebut hendaknya dibekukan untuk sementara. Ada sebagian ulama
bahwa hadits seperti ini daat diamalkan salah satu dalam satu waktu dan yang lain
dalam waktu yang lain.. Penggunaan tawaqquf lebih tepat dibanding kan dengan
tasaquth (pengguguran), karena ada kemungkinan ada ulama yang dapat mentarjih
pada waktu dan kondisi yang lain.
3. Hadits Marjuh. Yakni hadits maqbul yang ditenggang oleh hadits maqbul lainnya
yang lebih kuat
4. Hadits mansukh. Yakni hadits maqbul yang telah dihapuskan (nasakh) oleh hadits
maqbul yang datang kemudian
5. Hadits maqbul yang ma'nanya berlawanan dengan Al-Qur'an, hadits mutawatir
,akal sehat dan ijma' 'ulama.
Cara mengatasi hadits maqbul yang mukhtalif(saling berlawanan) adalah (1) hendaklah
kita berusaha mengumpulkan/mengompromikan sampai hilang perlawanannya (2)
hendaklah kita mencari informasi mana hadits yang datang lebih dahulu dan mana yang
kemudian. Hadits yang lebih dahulu dinasakhkan oleh hadits yang kemudian. (3) Bila
usaha kedua gagal, maka dicari mana hadits yang lebih rajih (kuat) baik sanad maupun
matannya (4) kalau usaha ketiga juga gagal, maka untuk sementara kedua hadits tersebut
dibekukan (di-tawaqquf-kan) yang biasa disebut dengan mutawaqquf fihi.
C. HADITS DLA'IF
Yang dimaksud dengan hadits dla'if adalah hadits yang kehilangan satu syarat
atau lebih dari syarat hadits sahih dan hadits hasan.
Para Muhaditisin mengemukakan bahwa sebab-2 tertolaknya hadits berasal dari dua
hal(jurusan), yakni jurusan sanad dan jurusan matan. Dari jurusan sanad dapat diperinci
menjadi2 bagian :
1. terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilannya maupun
kehafalannya.
2. Tidak bersambung-sambungnya sanad, disebabkan seorang rawi atau lebih ayang
digugurkan atau tidak bertemu satusama lain.
Cacat-cacat pada keadilan dan kedlabithan rawi itu ada 10 macam :
1. Dusta. Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya dusta disebut hadits maudlu'
2. Tertuduh dusta. Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya tertuduh dusta disebut
hadits Matruk
3. Fasiq
4. Banyak salah
5. Lengah dalam menghafal. Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya fasiq, banyak
salah dan lengah dalam menghafal disebut hadits munkar.
6. Banyak waham (purbasangka). Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya banyak
waham disebut hadits mu'allal
7. Menyalahi riwayat orang kepercayaan. Kalau menyalahi tersebut dengan
penambahan suatu sisipan haditsnya disebut hadits mudraj, kalau dengan
memutar balikkan, haditsnya disebut hadits maqlub, kalau menyalahi tersebut
dengan menukar-nukar rawi haditsnya disebut hadits mudltharib, kalau menyalahi
tersebut dengan perubahan syakal-huruf haditsnya disebut hadits muharraf, dan
bila menyalahi tersebut tentang titik-titik kata, haditsnya disebut hadits
mushahhaf.
8. Tidak diketahui identitasnya.(jahalah) Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya
jahalah haditsnya disebut hadits mubham.
9. Penganut bid'ah. Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya penganut bid'ah disebut
hadits mardud.
10. Tidak baik hafalannya. Hadist dlaif yang dikarenakan rawinya tidak baik
hafalannya disebut hadits syadz (kejanggalan) dan mukhtalith.
Para ulama yang arif tidak mengingkari periwayatan hadits dla'if yang disertai penjelasan
tentang kedla'ifan hadits tarebut baik dla'if rawi atau matannya.
HADITS QUDSY
Yang dimaksud hadits qudsy atau hadits rabbany atau hadits ilahi adalah ;"
sesuatu yang dikhabarkan oleh Allah Swt kepada nabi-Nya dengan melalui Ilham atau
impian, yang kemudian Nabi menyampaikan ma'na dari ilham atau impian tersebut
dengan ungkapan kata beliau sendiri". Jumlah hadits qudsy tidak banyak namun para
ulama berbeda pendapat mengenai jumlah pastinya.
Perbedaan yang dapat dilihat antara hadits qudsy dengan hadits nabawy adalah,
hadits qudsy biasanya dibubuhi dengan kalimat, (1) qala (yaqulu) Allahu, (2) Fima
yarwihi 'anillahi Tabara wa Ta'ala dan (3) Lafadz-2 lain yang semakna dengan apa yang
disebut diatas, setelah menyebutkan rawi yang menjadi sumber (pertama)nya, yakni
sahabat.
Perbedaan hadits qudsy dengan Al-Qur'an adalah; (1) Semua lafadz-2 (ayat) Al-
Qur'an adalah mu'jizat dan mutawatir, sedangkan hadits qudsy tidak demikian, (2)
Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku bagi Al—Hadits, seperti
pantangan menyentuhnya bagi yang berhadats dan larangan membaca bagi yang
berhadats besar, (3) Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala
kepada pembacanya, (4) meriwayatkan Al-Quran tidak boleh dengan ma'nanya saja atau
menganti lafadz sinonimnya.
Gelar keahlian Bagi Imam-Imam Perawy hadits
Ada beberapa gelar yang diberikan kepada para imam perawy hadits sesuai dengan
tingkat keahlian masing-masing.
2. Amiru'l mu'minin fi'lhadits. Gelar ini awalnya diberikan kepada para khalifah setelah Abu
Bakar r.a. para khalifah diberi gelar seperti ini berdasarkan jawaban nabi atas pertanyaan
seorang sahabat tentang siapakah yang dikatakan khalifah? Maka nabi menjawab orang
yang sepeninggal nabi yang meriwayatkan haditsnya. Para imam hadits yang mendapat
gelar ini adalah Syu'bah Ibnu'l Hajjaj, Sufyan ats-Tsaury, Ishaq bin Rahawaih, Ahmad
bin Hambal, Al-Bukhary, Ad-Daruquthny dan Imam Muslim.
3. Al- Hakim. Yaitu gelar yang diberikan kepada para imam hadits yang menguasai seluruh
hadits yang diriwayatkan, baik matan, maupun rawynya,. Setiap rawy diketahui sejarah
hidupnya, perjalanannya, guru-gurunya, serta sifat yang dapat diterima dan ditolak .
Imam ini harus menghafal hadits lebih dari 300.000 hadits beserta sanadnya. Para imam
yang mendapat gelar ini al ; Ibnu Dinar, Al-Laits bin sa'ad, Imam Malik dan Imam
Syafi,i.
4. Al-Hujjah. Yaitu gelar bagi para imam yang mampu menghafal 300.000 hadits baik
matan, sanad dan perihal para rawynya. Para imam yang mendapat gelar ini al: Hisyam
bin 'Urwah, Abu hudzail Muhammad bin Al Walid, Muhammad 'Abdullah bin 'Amr.
5. Al-Hafidh. Adalah gelar bagi para imam hadits yang dapat mensahihkan sanad dan matan
hadits dan dapat men-ta'dilkan dan men-jarh-kan rawynya. Belaiau harus menghafal
hadits-hadits sahih, mengetahui rawy yang waham (banyak purbasangka), 'illat-'illat
hadits dan istilah-istilah para muhaditsin. Menurut sebagian pendapat, al-hafidh harus
mempunyai kapasitas menghafal 100.000 hadits. Para imam yang mendapat gelar ini al;
Al-'Iraqi, syarafu'ddin ad-Dimyathy, Ibnu Hajar al-'Asqalany dan Ibnu Daqiqi'l-'Id.
6. Al-Muhaddits. Menurut para ahli hadits mutaqaddimin, Al-hafidh dan al-muhaddits itu
sama. Tetapi menurut ahli hadits mutakhkhirin berbeda. Menurut At-Taju''s-Subhi; al-
Muhaddits adalah orang yang dapat mengetahui sanad-sanad, illat-illat, nama-nama rijal
(rawy-rawy0, 'ali (tinggi) dan nazil (rendah)nya suatu hadits, memahami kutubu's-sittah,
musnad ahmad, sunan Al-Baihaqy, Mu'jamu Thabarany dan menghafal hadits sekurangkurangnya
1000 buah. Para imam yang mendapat gelar ini adalah 'Atha' bin abi rabah,
imam Az-Zabidy.
Al-Musnid. Yaitu gelaran bagi seorang ahli hadits yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya,
baik menguasai ilmunya taupun tidak. Al-Musnid juga disebut At-Thalib, Al-Mubtadi' dan Ar-
Rawy.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar