Sabtu, 11 September 2010

PUASA BULAN SYAWAL

Dalil-dalil tentang
Puasa Syawal
Dari Abu Ayyub
radhiyallahu anhu:
“ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‘ Siapa yang
berpuasa Ramadhan
dan melanjutkannya
dengan 6 hari pada
Syawal, maka itulah
puasa seumur
hidup ’.” [Riwayat
Muslim 1984,
Ahmad 5/417, Abu
Dawud 2433, At-
Tirmidzi 1164]
Hukum Puasa
Syawal
Hukumnya adalah
sunnah: “Ini adalah
hadits shahih yang
menunjukkan
bahwa berpuasa 6
hari pada Syawal
adalah sunnah. Asy-
Syafi ’i, Ahmad dan
banyak ulama
terkemuka
mengikutinya.
Tidaklah benar untuk
menolak hadits ini
dengan alasan-
alasan yang
dikemukakan
beberapa ulama
dalam
memakruhkan
puasa ini, seperti;
khawatir orang yang
tidak tahu
menganggap ini
bagian dari
Ramadhan, atau
khawatir manusia
akan menganggap
ini wajib, atau karena
dia tidak mendengar
bahwa ulama salaf
biasa berpuasa
dalam Syawal,
karena semua ini
adalah perkiraan-
perkiraan, yang tidak
bisa digunakan
untuk menolak
Sunnah yang
shahih. Jika sesuatu
telah diketahui, maka
menjadi bukti bagi
yang tidak
mengetahui. ”
[Fataawa Al-Lajnah
Ad-Daa'imah lil
Buhuuts wal Ifta',
10/389]
Hal-hal yang
berkaitan dengannya
adalah:
1. Tidak harus
dilaksanakan
berurutan.
“Hari-hari ini
(berpuasa syawal-)
tidak harus dilakukan
langsung setelah
ramadhan. Boleh
melakukannya satu
hari atau lebih
setelah ‘Id, dan
mereka boleh
menjalankannya
secara berurutan
atau terpisah selama
bulan Syawal,
apapun yang lebih
mudah bagi
seseorang. … dan ini
(hukumnya-)
tidaklah wajib,
melainkan sunnah.”
[Fataawa Al-Lajnah
Ad-Daa'imah lil
Buhuuts wal Ifta',
10/391]
Imam An-Nawawi
rahimahullah
berkata:
“ Shahabat-shahabat
kami berkata: adalah
mustahab untuk
berpuasa 6 hari
Syawal. Dari hadits
ini mereka berkata:
Sunnah mustahabah
melakukannya
secara berurutan
pada awal-awal
Syawal, tapi jika
seseorang
memisahkannya
atau menunda
pelaksanaannya
hingga akhir Syawal,
ini juga
diperbolehkan,
karena dia masih
berada pada makna
umum dari hadits
tersebut. Kami tidak
berbeda pendapat
mengenai masalah
ini dan inilah juga
pendapat Ahmad
dan Abu
Dawud. ” [Al-Majmu'
Syarh Al-
Muhadzdzab]
Bagaimanapun juga
bersegera adalah
lebih baik: Berkata
Musa: ‘Itulah mereka
telah menyusul aku.
Dan aku bersegera
kepada-Mu, Ya
Rabbi, supaya
Engkau ridho
kepadaku. [QS
Thoha: 84]
2. Tidak boleh
dilakukan jika masih
tertinggal dalam
Ramadhan
“Jika seseorang
tertinggal beberapa
hari dalam
Ramadhan, dia
harus berpuasa
terlebih dahulu, lalu
baru boleh
melanjutkannya
dengan 6 hari puasa
Syawal, karena dia
tidak bisa
melanjutkan puasa
Ramadhan dengan 6
hari puasa Syawal,
kecuali dia telah
menyempurnakan
Ramadhan-nya
terlebih dahulu. ”
[Fataawa Al-Lajnah
Ad-Daa'imah lil
Buhuuts wal Ifta',
10/392]
Tanya : Bagaimana
kedudukan orang
yang berpuasa
enam hari di bulan
syawal padahal
punya qadla
(mengganti)
Ramadhan ?
Jawab : Dasar puasa
enam hari syawal
adalah hadits berikut
“Barangsiapa
berpuasa Ramadhan
lalu mengikutinya
dengan enam hari
Syawal maka ia
laksana mengerjakan
puasa satu tahun. ”
Jika seseorang
punya kewajiban
qadla puasa lalu
berpuasa enam hari
padahal ia punya
kewajiban qadla
enam hari maka
puasa syawalnya tak
berpahala kecuali
telah mengqadla
ramadlannya (Syaikh
Muhammad bin
Shalih al Utsaimin)
Hukum mengqadha
enam hari puasa
Syawal
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz
bin Baaz ditanya :
Seorang wanita
sudah terbiasa
menjalankan puasa
enam hari di bulan
Syawal setiap tahun,
pada suatu tahun ia
mengalami nifas
karena melahirkan
pada permulaan
Ramadhan dan
belum mendapat
kesucian dari
nifasnya itu kecuali
setelah habisnya
bulan Ramadhan,
setelah mendapat
kesucian ia
mengqadha puasa
Ramadhan. Apakah
diharuskan baginya
untuk mengqadha
puasa Syawal yang
enam hari itu setelah
mengqadha puasa
Ramadhan walau
puasa Syawal itu
dikerjakan bukan
pada bulan Syawal ?
Ataukah puasa
Syawal itu tidak
harus diqadha
kecuali mengqadha
puasa Ramadhan
saja dan apakah
puasa enam hari
Syawal diharuskan
terus menerus atau
tidak ?
Jawaban
Puasa enam hari di
bulan Syawal, sunat
hukumnya dan
bukan wajib
berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wa sallam.
“Artinya :
Barangsiapa
berpuasa di bulan
Ramadhan
kemudian disusul
dengan puasa enam
hari di bulan Syawal
maka puasanya itu
bagaikan puasa
sepanjang
tahun ” [Dikeluarkan
oleh Imam Muslim
dalam kitab
Shahihnya]
Hadits ini
menunjukkan
bahwa puasa enam
hari itu boleh
dilakukan secara
berurutan ataupun
tidak berurutan,
karena ungkapan
hadits itu bersifat
mutlak, akan tetapi
bersegera
melaksanakan puasa
enam hari itu adalah
lebih utama
berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa
Ta ’ala (yang artinya) :
“..Dan aku bersegera
kepada-Mu. Ya
Rabbku, agar supaya
Engkau ridha
(kepadaku )” [Thaha :
84]
Juga berdasarakan
dalil-dalil dari Al-Kitab
dan As-Sunnah
yang menunjukkan
kutamaan bersegera
dan berlomba-
lomba dalam
melakukan kebaikan.
Tidak diwajibkan
untuk melaksanakan
puasa Syawal secara
terus menerus akan
tetapi hal itu adalah
lebih utama
berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wa sallam
(yang artinya) :
“ Amalan yang paling
dicintai Allah adalah
yang terus menerus
dikerjakan walaupun
sedikit ”
Tidak disyari’atkan
untuk mengqadha
puasa Syawal
setelah habis bulan
Syawal, karena
puasa tersebut
adalah puasa sunnat,
baik puasa itu
terlewat dengan atau
tanpa udzur.
Mengqadha enam
hari puasa
Ramadhan di bulan
Syawal, apakah
mendapat pahala
puasa Syawal enam
hari
Pertanyaan
Syaikh Abduillah bin
Jibrin ditanya : Jika
seorang wanita
berpuasa enam hari
di bulan Syawal
untuk mengqadha
puasa Ramadhan,
apakah ia mendapat
pahala puasa enam
hari Syawal ?
Jawaban
Disebutkan dalam
riwayat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau
bersabda (yang
artinya) :
“ Barangsiapa yang
berpuasa di bulan
Ramadhan
kemudian diikuti
dengan puasa enam
hari bulan Syawal
maka seakan-akan ia
berpuasa setahun”
Hadits ini
menunjukkan
bahwa
diwajibkannya
menyempurnakan
puasa Ramadhan
yang merupakan
puasa wajib
kemudian ditambah
dengan puasa enam
hari di bulan Syawal
yang merupakan
puasa sunnah untuk
mendapatkan pahala
puasa setahun.
Dalam hadits lain
disebutkan (yang
artinya) : “Puasa
Ramadhan sama
dengan sepuluh
bulan dan puasa
enam hari di bulan
Syawal sama
dengan dua bulan ”
Yang berarti bahwa
satu kebaikan
mendapat sepuluh
kebaikan, maka
berdasarkan hadits
ini barangsiapa yang
tidak
menyempurnakan
puasa Ramadhan
dikarenakan sakit,
atau karena
perjalanan atau
karena haidh, atau
karena nifas maka
hendaknya ia
menyempurnakan
puasa Ramadhan itu
dengan
mendahulukan
qadhanya dari pada
puasa sunnat,
termasuk puasa
enam hari Syawal
atau puasa sunat
lainnya. Jika telah
menyempurnakan
qadha puasa
Ramadhan, baru
disyariatkan untuk
melaksanakan puasa
enam hari Syawal
agar bisa
mendapatkan pahala
atau kebaikan yang
dimaksud. Dengan
demikian puasa
qadha yang ia
lakukan itu tidak
bersetatus sebagai
puasa sunnat
Syawal.
Apakah suami
berhak untuk
melarang istrinya
berpuasa Syawal
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin
Jibrin ditanya :
Apakah saya berhak
untuk melarang istri
saya jika ia hendak
melakukan puasa
sunat seperti puasa
enam hari Syawal ?
Dan apakah
perbuatan saya itu
berdosa ?
Jawaban
Ada nash yang
melarang seorang
wanita untuk
berpuasa sunat saat
suaminya hadir di
sisinya (tidak
berpergian/safar)
kecuali dengan izin
suaminya, hal ini
untuk tidak
menghalangi
kebutuhan
biologisnya. Dan
seandainya wanita
itu berpuasa tanpa
seizin suaminya
maka boleh bagi
suaminya untuk
membatalkan puasa
istrinya itu jika
suaminyta ingin
mencampurinya.
Jika suaminya itu
tidak membutuhkan
hajat biologis kepada
istrinya, maka
makruh hukumnya
bagi sang suami
untuk melarang
istrinya berpuasa jika
puasa itu tidak
membahayakan diri
istrinya atau
menyulitkan istrinya
dalam mengasuh
atau menyusui
anaknya, baik itu
berupa puasa
Syawal yang enam
hari itu ataupun
puasa-puasa sunnat
lainnya.
Hukum puasa
sunnah bagi wanita
bersuami
Pertanyaan
Syaikh Shalih Al-
Fauzan ditanya :
Bagaimanakah
hukum puasa sunat
bagi wanita yang
telah bersuami ?
Jawaban
Tidak boleh bagi
wanita untuk
berpuasa sunat jika
suaminya hadir
(tidak musafir)
kecuali dengan
seizinnya,
berdasarkan hadits
yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan
Muslim dari Abu
Hurairah Radhiallahu
‘ anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda
(yang artinya) :
“ Tidak halal bagi
seorang wanita
unruk berpuasa saat
suminya
bersamanya kecuali
dengan seizinnya ”
dalam riwayat lain
disebutkan : “kecuali
puasa Ramadhan”
Adapun jika sang
suami
memperkenankannya
untuk berpuasa
sunat, atau
suaminya sedang
tidak hadir
(bepergian), atau
wanita itu tidak
bersuami, maka
dibolehkan baginya
menjalankan puasa
sunat, terutama
pada hari-hari yang
dianjurkan untuk
berpuasa sunat
yaitu : Puasa hari
Senin dan Kamis,
puasa tiga hari
dalam setiap bulan,
puasa enam hari di
bulan Syawal, puasa
pada sepuluh hari di
bulan Dzulhijjah dan
di hari ‘Arafah, puasa
‘Asyura serta puasa
sehari sebelum atau
setelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar