Senin, 20 Oktober 2014

MAKALAH STRUKTUR MODAL DAN KEBIJAKAN DEFIDEN

BAB I
 PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Kinerja perekonomian Indonesia selama lima tahun terakhir menunjukkan tren pertumbuhan yang membaik. Perkembangan perekonomian Indonesia yang positif tersebut secara tidak langsung berpengaruh terhadap kegiatan investasi di Pasar Modal Indonesia.
Menurut Tandelilin (2001), faktor - faktor ekonomi makro secara empiris terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Bagi investor, berinvestasi di pasar modal merupakan kesempatan untuk meningkatkan kekayaannya karena berinvestasi di pasar modal menawarkan tingkat pengembalian (return) yang cenderung lebih tinggi dibandingkan deposito perbankan dan memungkinkan investor untuk memilih investasi sesuai dengan preferensi mereka.
Return yang diharapkan oleh investor dalam melakukan investasinya dapat berupa defiden dan capital gain. Defiden adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki sedangkan capital gain adalah selisih antara harga beli dan harga jual saham. Dalam prakteknya, defiden sering kali digunakan sebagai indikator prospek perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang go public mempunyai kewajiban untuk menginformasikan segala macam bentuk kebijakan perusahaan yang menyangkut kepentingan para pemegang saham termasuk mengumumkan pembagian defiden yang akan dibayarkan kepada investor.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penyusunan makalah ini adalah bagaimana gambaran struktur modal dan kebijakan defiden.

C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adah untuk mengetahui gambaran struktur modal dan kebijakan defiden.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Struktur Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal  (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).
Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
   Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan.
Struktur Modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan beberapa Teori yang menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.
1.    Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
2.    Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.
3.    Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu :
a.    Biaya Langsung
Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.
b.    Biaya Tidak Langsung
Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga
4.    Teori Pecking Order
Teori Trade-Off mempunyai implikasi bahwa manager akan berfikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan Struktur Modal. Dalam kenyataan empiris nampaknya jarang manager keuangan yang berfikir demikian.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan prefensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Teori Pecking Order adalah sebagai berikut :
a.    Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b.    Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
c.    Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
d.    Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori Pecking Order ini bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil.
5.    Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
a.    Myers dan Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
b.    Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.



B.   Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Struktur Modal antara lain :
1.    Struktur Aktiva (Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanent yaitu modal sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang semakin besar aktivanya terdiri dari aktiva lancer akan cenderung mengutamakan pemenuhan  kebutuhan dana dengan utang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan.
2.    Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi pada hal-hal yang menguntungkan. Teori Agency menggambarkan hubungan yang negative antara Growth Opprtunity dan leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung akan melewatkan kesempatan  dalam berinvestasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan.
3.    Ukuran Perusahaan (Firm Size)
            Perusahaan besar cenderung akan melakukan diversifikasi usaha lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan  lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dalam ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya.
4.    Profitabiltas
Teori Pecking Order mengatakan bahwa perusahaan lebih menyukai  internal funding. Perusahaan dengan frofitalitas yang tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak dari pada perusahaan dengan profitalitas rendah.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi  investasi menggunakan utang yang relative kecil (Bringham & Houston, 2001).
Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini menunjukkan bahwa profitalitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh berarti semakin rendah utang.
5.    Risiko Bisnis
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan dalam melaksanakan pendanaan eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage perusahaan.

C.   Kebijakan Defiden
Defiden berasal dari bahasa Latin yaitu divendium yang artinya sesuatu untuk dibagi. Berikut ini beberapa pemaparan mengenai pengertian defiden: Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia defiden diartikan sejumlah uang sebagai hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham (dalam suatu Perseroan).
Dalam dunia ekonomi defiden adalah seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan pajak yang dibagikan kepada pemegang saham (pemilik modal sendiri) kecuali ditentukan lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut Bapepam defiden adalah porsi keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Menurut Darmaji dan Fakhrudin (2001: 9) defiden adalah pembagian keuntungan yang dihasilkan perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti defiden adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa defiden adalah laba yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.
Dalam melakukan perdagangan saham perusahaan akan memperoleh laba bersih. Laba bersih (net earnings) ini sering disebut sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to common stockholders) disingkat EAC. Laba bersih tersebut akan dikenakan pajak sehingga menjadi laba bersih sesudah pajak (earinings after tax atau EAT). Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap EAT ini yaitu:
1.    Dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk defiden.
2.    Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning) untuk membiayai operasi selanjutnya.
Apabila manajemen memilih alternatif pertama artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnnya EAT yang dibagikan sebagai defiden. Pembuatan keputusan tentang defiden ini disebut kebijkan defiden.
Bambang Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan defiden sebagai “politik yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai defiden atau untuk digunakan di dalam perusahaan (laba ditahan).
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003: 390) kebijakan defiden adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan defiden.
Menurut Wetson dan Brigham (1990: 198) kebijakan defiden adalah keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.
Menurut Suad Husnan, kebijakan defiden dapat diartikan:
1.    Apakah laba yang diperoleh seharusnya dibagikan atau tidak.
2.    Apakah laba dibagikan dengan konsekuensi harus mengeluarkan saham baru.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan defiden adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan defiden (dibagikan/ditahan).
Menurut Lukas Setia Atmaja (2003: 285) rasio antara defiden dan laba bersih sering disebut sebagai Defidend Payout Rasio (DPR), yang persamaannya adalah DPR = Total Defidend/ Net Income. Karena kelebihan laba bersih di atas defiden itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive keputusan mengenai laba ditahan. Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai defiden ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Dengan demikian keputusan defiden akan mengacu pada suatu kebijakan (defidend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Ditinjau dari memaksimumkan rentabilitas modal sendiri, maka kebijakan defiden perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan tingkat bunga. Dikatakan demikian, Karen apabila kebijakan menetapkan bahwa laba ditahan semakin besar berarti perusahaan ini menggunakan metode pendanaan dengan menambah modal sendiri, yakni pendanaan internal.
Kebijakan defiden merupakan salah satu sumber konflik antara manajemen dan principal karena defiden dapat merupakan suatu sinyal yang diberikan perusahaan kepada investor. Defiden yang dibayarkan secara tunai maupun konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.

D.   Teori-teori Kebijakan Defiden
1.    Defidend Irrelevance Theory (Defiden Tidak Relevan)
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan defiden tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan defiden tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan.
Pendukung dari tidak relevannya kebijakan defiden adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan defiden itu memang tidak mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan asset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk defiden atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa defiden tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:
a.    Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.
b.    Para investor bersifat rasional.
c.    Semua peserta pasar bersifat price-taker.
d.    Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai informasi yang sama.
e.    Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan dengan informasi tersebut.
f.     Untuk memisahkan pengaruh defiden dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.
g.    Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.
h.    Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran defiden dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima defiden. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari defiden daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.
MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan defiden, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara defiden dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai defidend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.
Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali defiden mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian defiden.
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian defiden yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:
a.    Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan defiden. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan defiden yang pajaknya tinggi.
b.    Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.
c.    Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikia para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian defidennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian defidennya tinggi.

E.   Jenis-jenis Defiden
Menurut Zaki Baridwan (1993) deviden yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
1.    Defiden tunai (cash defiden), yaitu defiden yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Defiden ini yang paling umum dan banyak digunakan dalam pembagian saham.
2.    Defiden saham (stock defiden), yaitu defiden yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberian stock defiden ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retained earnings) menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal sendiri. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang tunai. Peristiwa ini dilakukan jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan. Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah. Proporsi pemilikan investor tidak mengalami perubahan.

Dalam membagikan defiden, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1.    Defidend Payout Ratio industri di mana perusahaan itu berada. Artinya, perusahaan tidak boleh mengabaikan kebijakan defiden perusahan lain.
2.    Kesempatan investasi. Kebijakan defiden perusahaan jangan sampai mengorbankan proyek yang dapat meningkatkan value pemegang saham di masa yang akan datang. Semakin besar kesempatan investasi maka defiden yang bisa dibagikan akan semakin sedikit.
3.    Profitabilitas dan Likuiditas. Kebijakan defiden perusahaan sebaiknya memperhitungkan profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar defiden atau meningkatkan defiden. Alasan lain pembagian defiden adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain.
4.    Akses ke pasar keuangan. Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayar defiden lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
5.    Pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah pembayaran defiden dapat dinaikkan. Sebab dengan adanya tambahan pendapatan maka defiden dan laba ditahan juga bertambah.
6.    Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu bisa membayar defiden yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas di masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar defiden yang tinggi.
7.    Prefensi pemegang saham dan keleluasaan untuk menyimpang dari maksimisasi kemakmuran.
8.    Ketersediaan dan biaya alternatif sumber dana. Apabila biaya modal tinggi, maka penggunaan laba ditahan akan semakin menarik.
9.    Pembatasan-pembatasan yang diberikan kreditur. Kadang-kadang para kreditur bisa memberikan batasan mengenai jumlah pembayaran defiden yang boleh dilakukan perusahaan. Tindakan itu biasanya dilakukan agar perusahaan mampu mengarahkan usahanya dalam pelunasan hutang.
10. Harapan mengenai kondisi bisnis pada umumnya. Pada waktu inflasi mungkin laba cenderung naik sehingga manajemen dapat menaikkan pembayaran defiden. Dengan demikian, dalam keadaan inflasi, pendanaan melalui pinjaman akan lebih menarik, bandingkan dengan menggunakan laba ditahan.















BAB III
PENUTUP

Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
   Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan.
Defiden adalah laba yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.
Kebijakan defiden adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan defiden (dibagikan/ditahan).
Kebijakan defiden merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh manajemen dalam mengelola perusahaan. Hal ini karena kebijakan defiden memiliki pengaruh yang signifikan terhadap banyak pihak, baik perusahaan yang dikelola itu sendiri, maupun pihak lain seperti pemegang saham dan kreditur.

B.   Saran

Dalam mempelajari materi struktur modal dan defiden agar selain menguasai pengertian, konsep, kebijakan, pendekatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, perlu juga memperhatikan faktor yang mempengaruhi struktur modal dan faktor yang mempengaruhi pembagian defiden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar